Senin, 07 Januari 2013

Situs Dan Ritual Adat Bayan



Oleh Adlan Mamnun : Kedudukan situs sejarah bagi komunitas masyarakat adat Paer Bayan menjadi sangat penting dalam pelaksanaan ritual adat yang di lakukan di dalam kawasan hutan adat ( Pawang Adat ), karena situs-situs sejarah tersebut termasuk ” Pemalik ” artinya situs tersebut sangat suci dan tidak boleh dilecehkan ataupun dikotori secara lahiriah ataupun batiniah.




Dalam kaitan dengan pelaksanaan ritual adat seperti pelaksanaan Maulid Adat di setiap masjid kuno yang ada di dalam kawasan hutan adat, Taun Alif ( Tahun alif ), Aji Makem ( Mengaji makam ), Bangar Montong ( Menyelamatkan bumi dari gangguan Mahluk Halus), Selamet Olor ( Selamatan irigasi ), Tunas Tamba ( Meminta selamat dari berbagai bencana ), Ngalu Taun ( Menyambut datangnya musim hujan sebagai bentuk rasa syukur atas rahmat Tuhan yang di berikan kesempatan bercocok tanam, Sempulek Balit ( Datangnya musim kemarau ) dan lain sebagainya, kegiatan-kegiatan ritual adat tersebut di lakukan di dalam hutan adat sekaligus sebagai bentuk perwujudan pelestarian terhadap hutan adat yang di kelola oleh masyarakat adat paer bayan, sedangkan Situs sejarah yang di sakral, seperti Masjid Kuno ( Masjid Tua ), Makam Leluhur, Kampu, Bale Bleq, Berugaq Agung, Tembrasan, Pedangan dan lain sebagainya, di samping situs sejarah yang berada di dalam kawasan hutan adat juga terdapat di luar kawasan hutan.

1).Masjid Kuno  (  Masjid   Tua )

Masjid bagi masyarakat adat paer bayan merupakan tempat suci tempat untuk bersujud kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam bahasa sasaknya di sebut Mesigid, masjid kuno di Bayan tidak sama keberadaanya dengan masjid-masjid pada umumnya, karena masjid kuno atau masjid tua ( Mesigid Lokaq ) merupakan sebuah masjid peninggalan leluhur atau nenek moyong terdahulu di Bayan, masjid kuno ini dipercaya dan di yakini sangat sakral ( Kramat ) oleh masyarakat adat Paer Bayan yang memiliki kekuatan magis dan mistis yang di sebut “ Malik atau Kemalik ”, kata Maliq artinya tuah, haram, terlarang atau tidak di bolehkan, jika segala ketentuan, norma, hokum, aturan dan lain sebagainya, dalam memasuki masjid termasuk mempermainkan barang-barang atau benda-benda yang ada di dalam masjid, seperti Beduk, Gerantung ( gamelan ) apabila ketentuan larangan tersebut di langgar, maka Si pelanggar akan mandapatkan Saksi moral atau hukuman bathin yang di sebut “ Malik ”, berupa hukuman badaniah atau yang disebut “ Kebendon ”, Wujud kebendon bisa orang yang melanggar menjadi gila, rabun mata, bisu  dan lain sebagainya.

Masjid Kuno yang ada di Bayan tidak di fungsikan sepanjang hari atau waktu setiap melakukan kegiatan ritual yaitu Sembahyang atau Sholat, akan tetapi kegiatan ritual tersebut, masjid kuno di gunakan hanya sewaktu-waktu saja, seperti Maulid Adat, Sholat Sunnat Taraweh Rada Bulan Puasa, Hari Raya Idul Fitri ( Lebaran Panjang ), Hari Raya Idul Adha ( Lebaran Pendek ), disamping itu juga digunakan sewaktu penyelenggaraan Rowah Wulan dan Tampet Jum’at, yang pelaksanaanya di awal bulan Sya’ban ( Bulan Rowah) sebulan sebelum Ramadhan, kemudian Mleman Qunut ( Malam Peringatan Nuzul Qur’an ), yaitu malam menantikan Lailatul Qadar, Mleman fitrah ( Malam pengumpulan zakat fitrah, dan lain sebagainya.

Perlengkapan Masjid yang menjadi peninggalan ( Bayan : Pengadeg-adeg) tidak boleh di ganti dengan barang lain kecuali jika benda tersebut hilang, semua benda tersebut akan di pelihara, karena di anggap mempunyai makna atau tuah, perlengkapan di maksud berupa Mimbar, Podium, Beduk dan Gentong atau bejana ( Sasak : Bong ) yaitu wadah air untuk berwudu dan cuci kaki jika masuk masjid, pahatan burung Paksi Bayan, tongkat Kyai Ketip, keberdaan masjid-masjid kuno tersebut yang masih ada dan utuh di Adat Paer Bayan, seperti Masjid Kuno Bayan Bleq di Desa Bayan, Masjid Kuno Batu Gembung di Desa Akar-Akar dan Masjid Kuno Barung Birak di Desa Sambik Elen ( Berada di luar kawasan hutan adat ), dan Masjid Kuno Semokan, Masjid Kuno Sembagek di Desa Sukadana ( Berada di dalam kawasan hutan adat ), ( Luar Hutan ).

2).Makam Leluhur

Makam Leluhur adalah suatu tempat di kuburkan para leluhur para pendahulu dan merupakan tempat bersejarah ( Arab : Maqom ) mempunyai kekuatan magis, sehingga sering di sebut tempat yang “ Maliq ” atau tabu, leluhur yang di kubur atau yang di makamkan pada tempat tersebut di percayai telah berjasa sebegai tokoh ( Agama dan Adat ), makam leluhur ini yang di fungsikan sebagai tempat melakukan Acara ritual  “ Aji Makam “ yang pelaksanaan ritualnya baik pada makam yang terdapat di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan, Makam para tokoh-tokoh pendahulu kedatuan bayan, seperti  makam Lebe Antassalam di desa Bayan ( luar kawasan hutan ), makam Raden Panji, Raden Mas Sangka Mas, Raden Imba Patih maktal dan patih Sunan Gading di  Santinggi Daya dusun Batu Santek ( dalam kawasan hutan ), makam Demung Barung Birak di hutan adat lawangan ( dalam kawasan hutan ) dan lain sebagainya.

Makam leluhur keberdaannya di samping sebagai bukti sejarah ( Situs Sejarah ) juga memiliki arti penting yang kaitannya dengan pelaksanaan ritual adat, sebagai salah satu bentuk dari upaya masyarakat adat bayan dalam melakukan pelestarian kawasan hutan, misalnya Aji Makem Bangar Montong yaitu sebuah acara muja yang di lakukan oleh masyarakat adat bayan di atas areal makam leluhur yang berada di dalam kawasan hutan adat, sedangkan maksud di lakukannya acara ritaual Aji Makem Bangar Montong ini adalah sebagai symbol pembuka dan penutup tahun dalam rangka masyarakat adat beraktivitas yang berhubungan dengan bumi seprti bercocok tanam baik di lahan maupun di kawasan hutan, ritual adat ini bertujuan untuk meminta keselamatan dari Sang Pencipta Bumi agar senantiasa di jauhkan dari berbagai macam penyakit dan hama serta yang dapat mengganggu tanamnya dengan harapan hasilnya berlimpah ruah, relevansi dari pelaksanaan acara ritual adat Aji Makem Bangar Montong bagi masyarakat adat bayan, apabila acara tersebut belum di laksanakan maka segala aktivitas masayarakat dalam hal bercocok tanam tidak boleh di lakukan, hal ini sebagai bentuk ketaatan dan kepatuhan kepada hokum Agama dan Hukum adapt sesuai dengan pandangan hidup yang du miliki oleh masyarakat adat bayan.

3).Kampu

Kampu adalah sebuah kompleks tempat tinggal pemuka adat Keagungan sebagai hasil gundem dan di dalamnya terdapat bangunan sacral berupa Bale Bleq Adat ( Rumah Bleq ), Brugaq Adat, Bale Pedangan Adat, Brugaq Prapian dan Brugaq Santeren khususnya di kampu penghulu, jadi setiap wilayah toaq lokaq penganggo adat terdapat kampu atau kompleks dari tempat tinggal pemuka adat dan tempat pelaksanaan adat di pagari dengan bambu anyaman yang tidak boleh diganti dengan bahan lain, baik berupa kayu maupun tembok bata. bila terjadi pergantian bahan pagar yang demikian termasuk melanggar pesan dan pengadek-adek atau peninggalan leluhur, baik kampu yang berada  di dalam kawasan hutan maupun yang di luar kawasan hutan, untuk kampu yang paling besar ( Bleq atau Agung ) berada di Bayan Timur, karena bayan timur merupakan pusat pemerintahan adat Paer Bayan.

4).Bale Bleq

Bale adat bayan ( Bale Bleq ) merupakan Rumah adat yang di agungkan atau di sakaralkan oleh masyarakat adat bayan, untuk dapat membedakannya dengan bale adat di tempat komunitas adat sasak ( Lombok ) yang lainnya, istilah bayan di belakngnya, sehingga menjadi bale bleq bayan sangat bermakna agmis, mistik dan megis terkait denga anutan keyakinan agama mereka yaitu agama islam, karena seluruh kerangka konstruksi bangunan bale bleq adat bayan, merupakan simbol dari pelajaran dan pemahaman tentang agama islam, selain itu juga mengambil filsafah adat Paer Bayan dalam kehidupannya, bale bleq juga di fungsikan sebagi tempat penyimpanan benda-benda adat yang di anggap sacral ( Purbakala ), di samping bale bleq terdapat juga bale adat bayan yang di peruntukan sebagai rumah dinas adat bagi para penganggo adat baik yang berada di luar kawasan hutan atupun di dalam kawasan hutan.

5).Berugaq Agung

Secara umum Berugaq sebuah bangunan rumah kecil yang tidak di dindingi dengan Pagar ( Bedeq ) yang di bangun biasanya di depan rumah tempat tinggal masyarakat adat bayan, berugaq ini berfungsi sebagi tempat menerima tamu, mengadakan kenduri atau roah, belajar agama, adat, pemerintahan, pendidikan moral atau budi pekerti, baik dengan belajar lisan maupun membaca lontar yang berhuruf jawi ( Kejawen ) atau membaca kitab kuning atau kitab gundul yang berbahasa jawi atau melayu arab dan lain sebaginya,  bangunan berugaq tersebut ada juga bertiang sembilan, ( tekan sanga ), yang di anggap sebagai tiang kesembilan ialah tiang penunjang tunggal di tengah-tengah berugaq ( Tunjeng Berugaq ), selain itu berugaq berfungsi sebagi pengganti serambi depan rumah, selalu di tempatkan di depan rumah induk, bangunan berupa Berugaq ini kemungkinan besar mendapat pengaruh dari budaya Suku Bugis di Sulawesi setelah kedatangan orang-orang Bugis kurang lebih pada akhir abad ke 16 ke lombok di zaman kerajaan Seleparang Lombok, bangunan Berugaq di kalangan masyarakat sasak pada umumnya dan masyarakat bayan pada khususnya menjadi populer di kalangan Suku Bangsa Sasak sehingga sekarang, dalam teradisi suku bangsa sasak, yang berlaku pada komunitas bayan terdapat tiga jenis berugaq, Berugaq yang bertiang empat di sebut Sekepat, berugaq yang bertiang 6 di sebut Sekenem dan Berugaq yang bertiang 8 di sebut Sekewalu, khsusnya untuk masyarakat adat bayan bahwa semua berugaq yang di bangun di dalam kampu di sebut berugaq adat seperti Berugaq bleq atau agung, berugaq Empaq, berugaq Periapan, berugaq atau Sekepat Santeren Pengulu yaitu yang di gunakan untuk menikahkan pengantin, sedangkan berugaq-berugaq sekenem di luar kampu merupkan berugaq biasa di gunkan tempat kenduri atau roah, tempat menerima tamu dan lain sebagainya, sedangkan situs sejarah dan bangunan adat seperti temberasan yaitu sebuah batu besar yang berada di dalam kawasan hutan yang di fungsikan sebagi tempat menaruh beras untuk perlengkapan acara ritual, kemudian beras tersebut di masak pada saat melakukan acara ritual adat di pedangan adat ( Dapur Adat ).

Keberdaan situs sejarah bagi masyarakat adat paer bayan dalam hubungannya dengan pengelolaan hutan, karena situs sejarah merupakan bagian penting dari pelaksanaan acara ritual adat yang di lakasanakan di hutan adat, sehingga apapunya yang ada di dalam hutan adat di yakini sakral ( Kramat ) yang mengandung nilai megis dan mistis, dan situs sejarah inilah yang di gunakan sebagai media penghubung antara manusia dan Tuhan, manusia dan alamnya ( Lingkungan ), sehingga dengan keyakinan masyarakat adat paer bayan menganggap keberadaan situs sejarah tesebut adalah Pamaliq atau Maliq ( Tuah atau Haram ) yang tidak boleh di rusak atau di lecehkan, jadi dengan keyakinan yang tertanam pada masyarakat adat paer bayan secara otomatis hutan akan terselematkan dari kerusakan-kerusakannya dan pada gilirannya hutanpun menjadi lestari


Tidak ada komentar:

Posting Komentar