Senin, 07 Januari 2013

Siapakah TGH.Muhammad Zainuddin Arsyad


Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad adalah salah seorang tokoh penyi’ar agama Islam, beliau sebagai perintis pondok pesanteren, dan beliau juga sebagai perintis pembaharuan di dunia pendidikan melalui tangga pendidikan, serta beliau juga adalah sebagai pendiri Yayasan Maraqitta’limat yaitu salah satu organisasi Islam yang ada dari sekian banyak organisasi Islam yang ada dan tersebar di seluruh penjuru pulau Lombok ini. 





 
1.Sebagai Penyi’ar Agama Islam

Tuan guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad merupakan salah seorang tokoh penyi’ar agama islam di tanah pulau Lombok, sebagai seorang penyi’ar agama untuk mengebangkan ajaran Islam beliau menggunakan metode da’wah dengan cara berdagang menyelusuri serta mengelilingi ke setiap pelosok-pelosok wilayah yang ada di pulau Lombok, disamping itu pula metode da’wanya yang sangat di kenal oleh masyarakat yang di datanginya adalah metode da’wah dari rumah ke rumah (Baca Sasak : Ngamarin).

Sedangkan strategi syi’ar Islam yang jalankan dan di terapkan oleh beliau, selalu menghargai adat atau kebiasaan masyarakat dalam suatu wilayah yang di datanginya, artinya tidak serta merta beliau langsung menghapuskan adat atau kebiasaan masyarakat yang kegiatan-kegiatannya bertentangan dengan ajaran agama, seperti kebiasaan-kebiasaan masyarakat meminum-minuman keras (Minuman Tuak), membunyikan alat-alat musik tradisional (Gamelan) Secara berlebihan, dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat lainnya, yang di lakukan ketika pada waktu-waktu sholat oleh masyarakat tersebut, karena pada saat itu masyarakat yang Ia datangi masih teramat jarang menjalankan Ibadah Sholat, bahkan sebagian besar masyarakat belum memahami tata cara tentang sholat. Beliau pada saat itu, untuk melaksanakan misi da’wahnya adalah masyarakat yang masih buta tentang akan ajaran-ajaran Islam, di samping itu pula keyakinan masyarakat masih begitu kuat dan kental pada kebiasaan-kebiasaan pelaksanaan adat Wettu Telu yang merupkan akulturasi pembudayaan dari agama Hindu, Budha dan Islam pada zaman sebelumnya, contohnya di Belanting, sembalun Lombok timur, Bongor Lombok Barat dan Bayan, Santong, Sidutan Lombok Utara, dan lain sebagainya.

Melihat kondisi adat dan kebiasaan masyarakat yang masih jauh dari ajaran Islam, beliau selalu mendekati tokoh-tokoh adat dan tokoh yang di segani atau di takuti oleh masyarakat setempat, terlebih  dahulu beliau menyampaikan tentang pemahaman ajaran-ajaran agama Islam kepada tokoh tersebut, kemudian beliau memulainya dari perkenalan agama Islam itu sendiri hingga sampai kepada ajaran-ajaran agama Islam yang mendalam, akhirnya dengan jiwa kesabaran dan sopan santun beliau di dalam menyi’arkan ajaran agama Islam kepada para tokoh-tokohnya, sehingga dengan perlahan-lahan kegiatan masyarakat tersebut yang masih bertentangan dari ajaran agama Islam, lambat laun dan perlahan-lahan berkurang sedikit-demi sedikit, misalnya beliau membolehkan masyarakat setempat membunyikan alat-alat musik tradisional berupa gamelan dan sejenisnya, tetapi di batasi sampai pada waktu-waktu sholat, barulah pada saat masyarakat berkumpul, kemudian beliau menyi’arkan dan berda’wah tentang ajaran agama Islam, hal ini di lakukan agar masyarakat lebih simpati pada beliau, terutama simpati pada ajaran-ajaran agama Islam yang di syi’arkan, artinya strategi da’wah yang kembangkan oleh beliau pada saat itu, menanakan rasa senang, suka dan simpati dulu terhadap masyarakat akan ajaran agama Islam, lalu kemudian setelah masyarakat merasa senang, suka dan simpati, baru beliau mengajarkan tentang berbagai ilmu agama Islam.

Di samping strategi da’wah yang di kembangkan oleh beliau, dengan sikap sopan, santun, rendah hati, dan menghargai adat dan kebiasaan masyarakat tersebut, sehingga tanpa beliau melarang dengan tegaspun masyarakat setempat menerima beliau, dengan rasa simpati kepada beliau, kemudian dengan leluasa memberikan da’wahnya untuk menyi’arkan ajaran-ajaran agama Islam, satu riwayat yang di kisahkan, di samping beliau membolehkan melakukan ritual-ritual adat dan kebiasaan masyarakat tersebut, dan beliau menuntunnya dengan perlahan-lahan dengan ajaran-ajaran agama, paling tidak beliau telah di beri ruang atau kesempatan untuk berda’wah, dan tidak kalah pentingnya sasaran da’wah beliau selanjutnya kepeda anak-anak mereka, karena anak-anak merekalah yang akan di didik, dibina untuk menjadi kader-kader pelanjut syi’ar agama Islam, dan agar anak-anak mereka tidak seperti mereka kelak di kemudian hari.

Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad, di samping beliau sebagai penyi’ar agama Islam, beliau juga berdagang ke berbagai pelosok untuk melaksanakan misi da’wahnya, strategi da’wah tersebut beliau sambil berdagang, kegiatan berdagangnya yang di lakoni oleh beliau, bukanlah tujuan utamanya, akan tetapi kegiatan berdagang yang di lakukan oleh beliau hanyalah menjadi alat media penyebar syi’ar da’wah Islam atau lebih tepatnya sebagai salah satu strategi pendekatan dengan masyarakat di masing-masing wilayah yang di datanginya, seperti di Sembalun, Sambalia, Obel-obel, Belanting, Lokok Aur, Anyar, Panggung, Sidutan dan lain sebagainya, adapun barang dagangan beliau seperti Garam Dapur, Kedelai, Bawang Merah, Bawang Putih, Cabe, Kapuk, pakian dan lain sebagainya.

 Kegiatan dalam berdagang, beliau membawa barang dari mitra usahanya kerap kali di sebut sebagai tempat mengambil atau membeli barang-barang yang di jualnya (Saudagar), seperti orang keturunan Cina dan Arab yang tinggal di Ampenan dan Cakranegara, beliau juga membeli barang dari masyarakat kemudian di jual di mitra usahanya tersebut, kegiatan dari berdagang seiring dengan kegiatan da’wah Islamiyah yang di sebarkan oleh beliau di berbagai pelosok daerah pulau Lombok ini, memberikann danpak positif, sehingga di beberapa tempat yang di datangi oleh beliau selanjutnya di tandai dengan pendirian Mushalla, Masjid dan Lembaga pendidikan (Baca : Madrasah), hal ini dapat di lihat sekarang dari napak tilas perjuangan beliau yang pernah di lakukan selama hidupnya di berbagai pelosok.

Kegiatan berdagang yang di lakukan oleh beliau di kisahkan, di sekitar pada tahun 1941 sebagai awal beliau memasuki daerah wilayah lombok utara yang sering di sebut dengan wilayah dayan gunung, di awali dengan pertemuan beliau dengan seseorang yang bernama Bapak Andi Abdul Gani yang merupakan keturunan suku Bugis dari Makassar, yang bertempat tinggal di Desa Sukadana Kecamatan Bayan, Lombok Utara (Baca : Sekarang), pertemuan beliau dengan Bapak Andi Abdul Gani di wilayah Panggung Desa Selengen Kecamatan Kayangan (Baca : Sekarang), pada saat itu beliau sedang berjualan garam dapur, kemudian Bapak Andi Abdul Gani membeli garam kepada beliau, namun di saat tawar menawar harga, beliau tidak menawarkan dengan harga tinggi bahkan beliau menambah atau memberikan lebih kepada Bapak Andi Abdul Gani, selanjutnya pembicaraan antara beliau saat itu menjadi panjang lebar sehingga saling mengenal satu sama lainnya, pada akhirnya Bapak Andi Abdul Gani mengajak beliau untuk mampir dan berkunjung kerumah kediamannya yang terletak di gubuq Bangsal Telaga Bagek, dengan siapapun beliau bertemu selalu bersifat sopan, santun dan rendah hati, baik dalam hal berbicara dan bersikap, terlebih-lebih dalam berniaga (Berdagang) sehingga mereka menjadi cepat akrab dan bersahabat, karena beliau sering berkunjung kerumah Bapak Andi Abdul Gani, dari hubungan kegiatan jual beli atau berdagang antara beliau dengan Bapak Andi Abdul Gani, lambat laun menjadi hubungan Syi’ar Islam, kerena beliau di setiap perbicangannya selalu di selipkan nuansa-nuansa ajaran Islam dan Nasihat-nasihat agama.

Selanjutnya bila beliau datang kerumah Bapak Andi Abdul Gani, beliau selalu melakukan sholat berjama’ah di Masjid Panji Islam yang ukurannya sangat kecil dan sedehana tetapi masih layak untuk di jadikan tempat beribadah, yang di dirikan oleh orang tuanya Bapak Andi Abdul Gani yang bernama Bapak Andi Abdurahman, setelah sekian lamanya mereka bersahabat, baru di ketahui bahwa beliau seorang Tuan Guru, sehingga Bapak Andi Abdul Gani beserta masyarakat setempat, meminta beliau untuk memberikan ceramah-ceramah agama pada masyarakat, saat itu Bapak Andi Abdul Gani adalah menjabat sebagai seorang kepala kampung (Bahasa Bugis : Metue) kemudian beliau menyepakati permintaan masyarakat tersebut, namun tetapi beliau menyarankan dan berpendapat agar kegiatan ceramah, sementara jangan dulu di lakukan di tempat-tempat umum seperti di masjid atau di mushalla, melainkan di lakukan dengan cara berkunjung dari rumah ke rumah (Baca Sasak : Ngamarin), kerena tidak semua masyarakat yang ingin dan senang mendengarkan ceramah-ceramah beliau. Menurut beliau dalam hal ini bagi masyarakat “ Jangan sekali-kali merasa di paksa untuk memahami agama Islam “, lebih lanjut alasan beliau karena situasi dan kondisi belum mendukung, karena lingkungan masyarakat setempat, masih banyak meyakini keyakinan adat Wetu Telu masih begitu kental saat itu.

Kemudian setiap beliau datang ke kampung bangsal Telaga Bagek, beliau selalu berda’wah dan membawa barang dagangannya seperti Benang, Kapas dan pakaian berupa kain, terkadang juga kedatangan beliau kerap kali menginap di Labuan Carik Desa Anyar, sehingga pada masa itu Bapak Andi Abdul Gani selalu membantu beliau di dalam melakukan kegiatan-kegiatan da’wahnya di sekitar wilayah Bayan.

Sedangkan di dusun Panggung Desa Selengen Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara (Baca : Sekarang), beliaulah yang pertama kali mendirikan Musholla di tepi pantai, dalam pendekatan dan interaksinya dengan masyarakat setempat, beliau penuh kesederhanaan, sopan, santun sehingga masyarakat banyak berguru kepada mereka terutama sekali berguru agama, pada dasarnya kedatangan beliau pada awalnya adalah sebagai pedagang, tetapi lambat laun beliau banyak di kenal oleh masyarakat sekitar sebagai seorang tokoh agama yang patut di teladani.

Sementara, kegiatan berdagang yang di lakukan oleh beliau ke Sembalun, beliau pertama kali berdagang ke wilayah tersebut, dengan membawa barang dagangan berupa pakaian, baju dan kain serta alat-alat Sholat, saat itu Sembalun juga masih kental dengan keyakinan adat Wetu Telu, dan teramat jarang di temukan masyarakat yang melaksanakan Sholat lima waktu,  ketika beliau melihat keadaan sembalun yang masih begitu jarangnya masyarakat menjalankan Sholat lima waktu, beliau dengan pelan-pelan mendekati masyarakat untuk mengajak Sholat, tetapi masyarakat menolaknya dengan berbagai bentuk alasan, penolakan tersebut “ bagaimana kami mau sholat, sementara kami tidak mempunyai pakaian untuk sholat,  dan kami belum bisa melaksanakan sholat . Mendengar jawaban yang di lontarkan oleh masyarakat Sembalun pada saat itu, kemudian beliau mengajarkan kepada beberapa orang tentang ilmu sholat dan memberikan pakain sholat, seperti sarung, baju, peci atau kopiah, mukna (Baca Sasak : Telkum) sedangkan pakaian-pakian yang di berikan kepada beberapa masyarakat setempat, merupakan barang dagangannya sendiri, tetapi begitu melihat keinginan masyarakat Sembalun untuk belajar sholat dan menggali ilmu agama, beliau rela walaupun mengalami kerugian secara ekonomi, dan menurut salah satu riwayat yang di ceritakan oleh H.Ibrahim kepada penulis, “ bahwa beliau seringkali membelikan pakaian sholat untuk masyarakat sembalun di toko Aikmel Lombok Timur “ , dan saya sendiri sering di ajak untuk ikut menemaninya berdagang, tetapi apa yang saya saksikan dan lihat saat itu, bahwa beliau tidak pernah mendapat keuntungan dari hasil berdagangnya, kalau tidak rugi, hanya modal yang kembali (Baca sasak : Pakpok).

Kegiatan syi’ar Islam yang di lakukan oleh beliau khususnya di wilayah Lombok Utara atau yang lebih di kenal dengan sebutan wilayah dayan gunung, di riwayatkan oleh Lalu Hasan B.A (Alm), salah seorang mantan Camat Bayan mengungkapkan kepada Penulis, bahwa beliau sebenarnya mulai datang dan melakukan kegiatan berda’wah di Bayan dan sekitarnya, pada saat itu masa Kedistrikan Raden Kertapati beliau mulai masuk wilayah dayan gunung, namun tetapi beliau di saat itu di kenal oleh masyarakat luas di samping sebagai penyi’ar agama Islam (Mublaig) beliau juga di samping berda’wah juga sebagai saudagar (Berdagang), kegiatan da’wah yang di lakukan oleh beliau dari rumah kerumah, karena pada saat itu masih teramat jarang kita temukan adanya Musholla dan Masjid, di samping itu pula mayoritas masyarakat Bayan masih meyakini keberadaan adat yakni Wettu Telu.

Melihat perkembangan da’wah beliau semakin lama semakin berkembang di Bayan, suatu ketika masyarakat asli Bayan pernah mengungkapkan dengan nada mengancamnya, agar da’wahnya tidak berkembang luas, karena di samping beliau di kenal sebagai penyi’ar agama juga sebagai pedagang, maka masyarakat asli Bayan tidak mau melakukan hubungan jual beli barang berupa bawang merah terhadap beliau, pemberlakukan ini tidak hanya di tujukan kepada beliau sendiri, bahkan  terhadap siapa saja pengusaha yang berasal dari Mamben saat itu, dan juga kepada pengusaha yang sudah lama bertempat tinggal di Bayan, karena pada saat itu warga Mamben mayoritas menjadi pengusaha bawang merah, ancaman tersebut di sebabkan oleh kegiatan da’wah beliau semakin hari-semakin berkembang, sehingga masyarakat asli Bayan beranggapan, bahwa kegiatan da’wah beliau akan dapat merusak tatanan adat dan keyakinannya secara perlahan-lahan, namun tetapi ancaman tersebut tidak terjadi, dan kegiatan jual beli hasil bumi berupa bawang merah tetap berjalan sebagaimana biasanya, karena antara masyarakat setempat selaku petani saling membutuhkan satu sama lain yakni pengusaha (Saudagar). Dan merekapun berpikir, Kemana lagi bawang merah tersebut akan di jual, kalau tidak kepada pengusaha yang berasal dari Mamben, sejak saat itu pula kegiatan da’wah beliaupun semakin bertambah berkembang di Bayan, yang pada akhirnya orang tua saya berkeinginan menyerahkan sebagian tanahnya untuk di wakafkan sebagai sarana pendidikan menjadi Madrasah Ibtidaiyah Maraqitta’limat Anyar didirikan pada tahun 1969. Madrasah inilah yang pertama kali didirikan di wilayah Lombok Utara (Dayan Gunung), yang sekarang menjadi Madrasah Ibtidiyah Maraqitta’limat Anyar, yang berlokasi di sebelah kantor Camat Bayan.(Sumber Lalu Hasan, BA) .

Melihat perkembangan da’wah beliau di berbagai wilayah pelosok, seperti wilayah Mamben Lauk, seperti Dusun Tembeng, Bandok, Ladon, Lengkok, Lendang Karang, Orong Bukal, Lendang Belo, Orong Rantek, Tirpas, Sukereme, Penanggak, Mamben Daya, Gelumpang, Kali Bening, Renge, Bageq Longgeq, Ombe, Dasan Bembeq, Erot, Kalijaga, Suwela, Ketangga, Sapit dan lain sebagainya, kemudian di lanjutkan kedaerah Sembalun, Sajang, Sambalia, Belanting, Obel-Obel, Lokoq Aur, Anyar, Sukadana, Panggung, Sidutan, Sesait, Santong, Bongor dan sebagainya.

Mengingatkan kita akan perjalanan beliau dalam berda’wah di masing-masih pelosok daerah tersebut, bukan berarti perjalanan perjuangan beliau berjalan mulus, semulus kata-kata dan kalimat yang tersusun dalam buku ini, namun berbagai tantangan dan rintanganpun di hadapi oleh beliau, terutama tantangan dan rintangan dari orang-orang yang tidak suka dan benci terhadap perjuangan beliau, bahkan adapula yang melempari beliau dan ingin berencana membunuh beliau, namun jiwa dan tekad yang bulat untuk menyebarkan Agama Allah SWT di pulau Lombok ini terus di lakukannya, sehingga semangat beliau semakin kuat dan tidak pernah gentar apalagi mundur setapakpun untuk menghadapi dan melawan segala rintangan yang terjadi, namun beliau dalam menyikapi dan mengahadapi  tantangan dan rintangan selalu di sikapi dengan sikap yang penuh bijak.

2.Sebagai Perintis Pondok Pesantren

Tuan guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad, di samping sebagai penyi’ar agama Islam beliau juga sebagai perintis salah satu pondok pesantren yang ada di pulau Lombok yaitu pondok pesantren maraqitta’limat, pondok pesanteren yang di rintis oleh beliau pada saat itu diawali dari majlis ta’lim Darul Ulum, sekarang menjadi pondok pesantren maraqitta’limat sebagai lembaga pendidikan non-formal.

Di majlis ta’lim Darul Ulum tersebut beliau membina dan mengajarkan para santerinya dengan menggunakan beberapa kitab-kitab seperti : Kitab Ma’abadil Fiqih, Nahul Wadih, Badrun Munir, Logatul Arabiah, Nahu Shoraf, Fathul Qarib, Tariqatul Islam, Tariqatul Hadiah, Ilmu Manteq dan lain sebagainya, perjalanan dari majlis ta’lim tersebut semakin hari semakin berkembang, di karenakan banyaknya masyarakat yang ingin menimba ilmu, sehingga melihat perkembangan ini maka dari para tokoh-tokoh baik tokoh masyarakat maupun tokoh agama menyarankan kepada beliau agar membangun tempat yang lembih layak, sebelumnya tempat kegiatan belajar mengajarnya dibawah lumbung padi, dan akhirnya sekitar pada tahun 1950 para santerinyapun di pindahkan untuk sementara ke mushalla Amaq Sadar.

Sejak itu pula mushalla tersebut di jadikan tempat berlansungnya proses belajar dan mengajar yang kemudian selanjutnya di sebut dengan Diniyah Islamiyah, adapun murid-muridnya seperti : H.Abu Bakkar, Amaq Makenah, Ust.Farhan, H.Badarudin, H.Marzuki, Haji Halil Ladon, H.Rusli, Amaq Suarno, Amaq Husnah, Amaq Erah, Amaq Haderi, Amaq As’ad, Inaq Wasifah dan lain sebagainya (Sebagai murid tahapan pertama).

Selanjutnya setelah Murid-murid tahapan pertama ini, di Madrasah Diniyah Islamiyah tersbut Murid-muridnya mendapat bimbingan dan pembinaan cukup dari beliau, maka kemudian murid-murid tahapan pertama ini dikader dan ditatar serta dilantik sebagai Guru untuk mengajar murid-murid tahapan berikutnya, sedangkan para murid-muridnya yang ditatar dan dilantik sebagai guru pada saat itu, diantaranya seperti : H.Abu Bakkar, Amaq Makkenah, Ust Farhan, Ust Husnah, Ust.Badarudin dan lain sebagainya, kemudian para guru yang sudah dilantik ini, akan megajar dan membimbing murid-murid selanjutnya, sebagai murid-murid Diniyah Al-Islamiyah tahapan kedua, di antaranya ialah Ust H.Abdul Mannan, Ust. Saleh Rihin, H.Ahyar (Mamben Daya), H.Arsyad (Lendang), dan lain sebagainya.

Murid-Murid beliau sebagai tahapan ketiga di antaranya adalah Amaq Saleh AM, Amaq Saadah, Amaq Hirfan, Amaq Sulhan, Siderah, Bapak Hurnain, H.Maksum, H.Yassin (Mamben Daya) dan lain sebagainya. Penataran dan pelantikan menjadi seorang guru terus di lakukan oleh beliau pada setiap tahapan dan tingkatan keilmuan yang di terimanya oleh para murud-muridnya, namun kegiatan penataran dan pelantikan tersebut di lakukan setelah para Murid-muridnya mendapat bimbingan dan pembinaan yang di rasa telah patut dan layak menjadi seorang guru untuk mengembangkan ilmu-ilmu agama. (Sumber : Ustaz As’ad, Alm)

Di lihat dari sisi sejarah perintisan pondok pesantren yang di lakukan oleh beliau, selalu di awali dengan pembentukan majlis-majlis ta’lim, karna menurut beliau pesantren tidak hanya mengandung nilai keislaman, tetapi juga mengandung nilai keaslian yang di miliki oleh masyarakat pada saat itu. interaksi sosial masyarakat Islam dengan budaya lokal masih berkembang dan kentalnya, seperti menggunakan pembakaran Perapian Kemenyan atau Dupa saat melakukan kegiatan-kegiatan tahlilan (Baca ; Prapen), memberikan dan membagikan uang saat melakukan kegiatan pemakaman orang meninggal (Baca : Selawat Kubur), dan lain sebagainya, kegiatan-kegiatan tersebut merupakan warisan pembiasaan tradisi budaya para leluhur, hal ini terus-menerus berlangsung terjadi  dilakukan oleh masyarakat semasa sebelum sepulangan beliau dari tanah suci Makkah Al-Mukarramah, kemudian dengan kembalinya beliau melahirkan pondok pesantren maraqitta’limat dengan tujuan utamanya adalah menyiapkan santri untuk mendalami ilmu-ilmu di bidang agama (tafaqqul fi al-din), kegiatan warisan pembiasaan tradisi budaya itupun dengan perlahan berkurang hingga akhirnya kegiatan itupun hilang dan terkikis (Terdegradasi), sejalan dengan perkembangan pondok pesantren yang dibangunnya, meskipun perjalanan panjang perkembangan dari pondok pesantren tersebut, kontraversial dan perlawananpun kerapkali di hadapinya, tetapi perkembangannya tidak bisa terlepas dari proses akulturasi perkembangan Islam dalam konteks budaya asli, misi pendidikan Islam yang di perjuangkan oleh beliau telah menghasilkan lembaga pendidikan madrasah.

Pertumbuhan dan perkembangan pondok pesantren yang sangat pesat membuat lembaga pendidikan non-formal ini mengalami peningkatan dan kemajuan yang signifikan dari masa ke masa, dengan kapasitasnya yang menyuguhkan spesialisasi kajian baik tradisional ataupun modren, dan pondok pesantren tersebut membawa dampak positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan saat itu. Sebab kehadiran pondok pesantren yang di rintis oleh beliau secara jelas dan nyata telah membantu pemerintah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Bila di kaji lebih jauh dan mendalam, bahwa keberadaan pondok pesantren maraqitta’limat menyimpan kekuatan yang sangat luar biasa untuk menciptakan dan menata keseluruhan aspek kehidupan dan dapat memberikan informasi yang berharga dalam mempersiapkan kebutuhan mendasar untuk menghadapi masa depan, karna kenyataannya bahwa pondok pesantren maraqitta’limat hingga kini masih berperan penting pada fungsinya, seperti ; sebagai lembaga pengembangan ilmu pengetahuan khususnya agama Islam, pada tataran ini pondok pesantren maraqitta’limat memiliki peranan yang sangat besar dalam menyebarluaskan pengatahuan agama, yang dalam pendidikan formalnya sering terabaikan, selanjutnya pondok pesantren maraqitta’limat sebagai transformator, motivator dan inovator.

Kehadiran pondok pesantren maraqitta’limat dalam perkembangannya telah memainkan peranannya sebagai fungsi itu untuk meskipun dalam taraf tertentu masih perlu di kembangkan lebih lanjut sebagai salah satu subsitem sosial, sebab pondok pesantren memiliki kekuatan dan posisi tawar untuk melakukan perubahan-perubahan yang berarti. Kemudian peran selanjutnya dari pondok pesantren maraqitta’limat adalah sebagai lembaga pendidikan mengkaderisasi Ustaz dan Ulama, fungsi ini tetap melekat pada pondok pesantren umumnya,

3.Sebagai perintis pembaharuan di dunia pendidikan

Perjungan beliau dalam merintis perubahan dalam dunia pendidikan di awali dengan pendirian sebuah Diniyah Islamiyah Pada tahun 1950, dan dari Diniyah Islamiyah tersebut kemudian di dirikanlah lembaga pendidikan madrasah ibtidaiyah, demikian perjuangan beliau seterusnya pada lembaga pendidikan yang lainnya, di dalam merintis dan memperjuangkan suatu perubahan di dunia pendidikan sehingga perjuangam beliau lebih di kenal dengan perjuangan melalui “ Tangga Pendidikan “.

Perjuangan beliau dalam melakukan perubahan di dunia pedidikan melalui tangga pendidikan, karena hanya dengan tangga pendidikan merupakan sebagai proses dasar pembentukan keperibadian sikap dan moral manusia (Akhlakul Qarimah), tentunya dengan mengedepankan peranan pendidikan agama Islam untuk membangun manusia seutuhnya, sementara konsep dari pembangunan bila di lihat dari segi ajaran Islam, bahwa Islam tidak pernah memilah atau membedakan antara pembangunan yang bersifat material (Keduniaan) maupun pembangunan yang bersifat spritual (Keakhiratan), kedua hal tersebut di senergikan oleh beliau dalam perjuangannya, karenanya bagaimanapun juga, keselarasan dan keseimbangan pendidikan agama dan pengetahuan yang bersifat umum mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan manusia dalam bermasyarakat, beragama, berbangsa dan bernegara. Selanjutnya menurut konsep perjuangan beliau melalui tangga pendidikan, agar nantinya bagi masyarakat tidak berpandangan dan menimbulkan penafsiran pada sifat-sifat materialistis yang berlebihan, maka konsep moral dan agama di tanamkan sebagai fungsi kontrol sosial oleh beliau, untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

 Untuk menamkan dan membentuk sikap moral manusia, beliau lebih dahulu harus meretas belenggu masyarakat dari kebodohan dan keterbelakangan tentunya melalui tangga pendidikan, pengembangan tangga pendidikan di lakukan baik secara formal maupun informal, kemudian untuk mengwujudkan cita-cita luhurnya beliau telah membangun puluhan sarana dan prasarana lembaga pendidikan formal bersama masyarakat, seperti membangun Majlis Ta’lim, Madrasah Diniyah Islamiyah, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah dan lain sebagainya, yang selanjutnya  ke jenjang atau tangga pendidikan yang lebih tinggi, di samping itu pula beliau juga melakukan berbagai bentuk kegiatan-kegiatan, seperti kegiatan da’wah Islamiyah baik secara monologis maupun secara dialogis, mengajarkan Al-Qur’an, mengajarkan kitab-kitab agama maupun penggalian berbagai bidang ilmu-ilmu agama dan ilmu pengetahuan lainnya.

Pada prinsifnya bahwa di dalam urusan menuntut ilmu, beliau mengembangkan sebuah strategi dalam pendidikan yakni secara bertangga atau berjenjang yang di sesuaikan dengan tingkat pola penerimaan dan pemahaman dengan memperhatikan tingkatan usia manusia, baik usia anak-anak, usia remaja dan usia tua, hal ini di lakukan oleh beliau sesuai tuntunan dari Sunnah Rasulullah yang mewajibkan setiap manusia untuk menuntut ilmu dari sejak lahir sampai ke liang lahat.

Kepedulian beliau untuk membina masyarakat melalui tangga pendidikan dan da’wah Islamiyah serta membangun Ukhuwah Islamiyah yang kokoh dan solid, tanpa memandang perbedaan baik latar belakang, golongan, suku bahkan agama demi sebuah peradaban manusia, inilah bentuk kontribusi beliau sebagai seorang tokoh agama yang sangat peduli terhadap pendidikan ummat Islam di pulau Lombok.

Realitas kepedulian beliau terhadap pendidikan ummat yang di implimentasikan pada pendirian sebuah lembaga pendidikan yang selanjutnya di berinama dengan Yayasan Maraqitta’limat “ yang artinya “ Tangga Pendidikan “ yang bertujuan membentuk keperibadian manusia yang bertanggung jawab untuk membangun agama, nusa dan bangsa ini, yang berpedoman pada kitab Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, mengabdi kepada Allah Swt, Muhammad Rasulullah Selalu yang di junjung, Al-Islam agama yang di yakini dan Maraqitta’limat sebagai wadah perjuangan.

Dalam kaitannya dengan persoalan menuntut ilmu, beliau menuangkan sebuah pemikiran filosofinya, di ungkapkan dengan kalimat Qur’ani yang mengandung pandangan dan pemikiran bijak, yang berbunyi “ Subhanalazdi Allama Bil Qalam Allamal Innsanamalam Ya’ lam “, yang artinya Maha Suci Allah yang mengajarkan hambanya dengan perantaraan qalam (Tulis menulis), yang mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak/belum di ketahuinya, sehingga kalimat ini di jadikan Motto oleh beliau, yang tertulis dan terukir pada lambang Yayasan Maraqitta’limat, lambangnya berwarna dasar hijau tua, bergambarkan bulan bintang bersegi lima serta pena dan tangan sedang menulis atau mengukir kalimat tersebut.

Substansi makna dari Maraqitta’limat yang di kembangkan oleh beliau adalah sebuah proses penuntutan ilmu secara bertahap yang di mulai dengan belajar membaca kitab suci Al-Qur’an, belajar Fardhu Ain dan Fardhu Kifayah, belajar Sholat, kemudian selanjutnya ke tangga berikutnya menggali Ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, untuk menyadari peran, fungsi dan tugasnya manusia sebagai halifah di muka bumi ini agar senantiasa menjadi manusia-manusia yang bertaqwa kepada Allah, sehingga dapat membedakan antara yang hak dan yang batil serta dapat menjalankan segala perintah dan menjahui segala larangan Allah Swt, di samping itupula agar manusia menjadi manusia yang bermanfaat terhadap sesama manusia.

Sejalan dengan perubahan dan perkembangan kondisi masyarakat saat itu, lambat laun berdirilah suatu lingkungan pendidikan yang dinamakan Madrasah (Sekolah), sebagai tempat dimana orang akan melaksanakan kegiatan-kegiatan belajar dalam rangka pengembangan diri, dalam pengertian lain lembaga pendidikan madrasah atau sekolah merupakan tempat setiap orang menuntut ilmu, agar cerdas kreativitas, intelektual, emosional dan kecerdasan spritual yang sesuai dengan nilai-nilai budaya setempat, Gorton (1976 : 84).

Sesungguhnya, lembaga pendidikan mewujudkan aktivitas khas dari kelakuan berpola yang ada di masyarakat, aktivitas khas tersebut di lakukan oleh sekelompok atau sebagian orang yang mempunyai struktur yang mencakup berbagai kdudukan dan peranan, dengan demikian lembaga pendidikan adalah salah satu peranan sosial yang memilih tugas untuk menyelenggarakan proses pendidikan, konsep lembaga pendidikan yang di kembangkan oleh Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad  dengan memperhatikan dari karakteristik dan jalurnya, seperti Majlis Ta’lim, Diniayah dan Madrasah yang merupakan lembaga pendidikan pada jalur pendidikan Nonformal, Informal, dan Formal.

Kaitannya dengan pendidikan formal berupa Madrasah, karakteristik lembaga pendidikan ini secara faktual tujuan pendidikan telah menekankan pada pengembangan intelektual, isi pendidikannya terprogram secara formal dengan kurikulum tertentu dan tertulis, kemudian berjenjang dan berkesinambungan, waktu proses pendidikan terjadwal, serta evaluasi pendidikan dilaksanakan secara sistematis. Sehingga arti penting dari pendidikan merupakan sama halnya dengan hidup dalam arti luas, dan pendidikan adalah segala situasi dalam hidup yang dapat mempengaruhi pertumbuhan seseorang, di samping itupula pendidikan dapat di pahami keseluruhan pengalaman belajar setiap orang sepanjang hayat, artinya dari sejak laihir dengan proses tahapan sesuai perkembangan pertumbuhan hidup melalui tangga pendidikan, dalam pengertian ini pendidikan berlangsung tidak dalam batasan usia tertentu, tetapi berlangsung sepanjang hayat sejak lahir, bahkan sejak awal hidup di dalam kandungan sang Ibu, hingga meninggal dunia.

Sedangkan arti pendidikan dalam arti sempit, bahwa lembaga pendidikan madrasah atau sekolah yang bersifat formal sebagai salah satu hasil rekayasa  dari peradaban manusia, di samping keluarga, dunia kerja dan lembaga keagamaan, lembaga pendidikan sebagai hasil rekayasa manusia di ciptakan untuk menyelenggarakan proses penyelenggaraan pendidikan, dan penciptaannya berkaitan erat dengan dengan bahasa tulis dalam masyarakat yang berkembang semakin sistematis dan meningkat seiring perjalanan waktu dari keberadaan lembaga-lembaga pendidikan yang di rintis oleh Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad, bahwa lembaga pendidikan merupakan lembaga formal persekolahan yang di ciptakan khusus untuk menyelenggarakan kegiatan pendidikan tertentu, yang kemudian mengacu kententuan-ketentuan yang telah di tetapkan, dan secara teknis di kendalikan oleh Guru, sedangkan peran guru dalam penyelenggaraan bentuk-bentuk kegiatan pendidikan sejak dari perencanaan sampai pada penilaian pendidikan, atau dengan kata lain sejak dari awal sampai akhir penyelenggaraan proses pendidikan (Baca : Belajar-Mengajar).

Konsep pembaharuan dalam dunia pendidikan melalui tangga pendidikan, adalah menabur benih semangat Belajar  merupakan hakikat pendidikan, belajar untuk memperoleh Pengetahuan  dan untuk melakukan pembalajaran Selajutnya kepada tingakatan yang lebih tinggi. Lembaga pendidikan memiliki fungsi yang sangat mendasar dalam melayani, yakni meneruskan, mempertahankan, mengembangkan kebudayaan masyarakat melalui pembentukan karakter keperibadian murid agar menjadi manusia dewasa dari sudut usia maupun intelektualnya, serta terampil dan bertanggungjawab sebagai upaya mempersiapkan generasi pengganti yang mampu mempertahankan eksistensi dirinya sebagai anggota kelompok atau masyarakat, bangsa dan agama dengan budaya yang mendukungnya. Dalam ajaran agama bahwa pendidikan mengemban misi ketuhanan, yaitu menciptakan manusia untuk menjadi pemimpin (Khalifah) yang memiliki kemampuan manajerial untuk mengelola alam, karna dalam ajaran Islam partisipasi aktif individu, masyarakat (Ummat), pemerintah (Umara) dalam proses pendidikan menjadi penting, pengelolaan pendidikan sebagamana yang di anjurkan oleh ajaran agama Islam perlu untuk direaliasaikan lewat tranmisi interaksi dan kerjasama formal dan non-formal antara pihak pengelola pendidikan dengan masyarakat sekitar dalam membangun kemampuan anak didik menjawab tantangan dan memecahkan masalah  kehidupannya.

Eksistensi pembaharuan dunia pendidikan dalam kesetaraan, yang di kembangkan oleh Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad adalah pendidikan harus mampu membuka perluasan dan pemerataan kesempatan kepada setiap warga masyarakat (Ummat) untuk mendapat dan meperoleh pendidikan, upaya perluasan dan pemerataan pendidikan sebenarnya telah di lakukan sejak Lembaga Tangga Pendidikan ini di rintis. Pendidikan di arahkan pada tercapainya pendidikan untuk semua insan atau orang, pendidikan membuka peluang atas pengakuan hak masyarakat termasuk hak pendidikan, persamaan hak pendidikan tersebut atas dasar gender, pendidikan menjangkau masyarakat terpencil, masyarakat terpencil baik secara geografis maupun sosio kultural merupakan masyarakat yang mengalami kesulitan dalam mengakeses pendidikan secara normal, pendidikan mampu memberikan kesempatan kepada anggota masyarakat yang kurang beruntung, artinya anggota masyarakat yang berasal dari keluarga anak didik yang secara ekonomi krang mampu dan secara kultural mereka berada pada posisiyang termarjinalkan.

Pembaharuan dalam dunia pendidikan bermuara pada pengajaran nilai-nilai kehidupan dan pembentukan kareakter (Berakhalaq) mulia telah menjadi tujuan awal pendirian lembaga pendidikan yang di rintisnya, model pengembangan sistem pendidikan nilai dalam pembalajaran pengetahuan umum dan agama dapat menjadi alternatif pembentukan karakter. Melalui pendekatan ini, peserta didik (Murid) di harapkan mampu menyelami relung makna kehidupan yang lebih hakiki.

4.Sebagai Pendiri Yayasan Maraqitta’limat

Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad mendirikan Yayasan Maraqitta’limat yang di latar belakangi dengan beberapa faktor, seperti kegiatan Syi’ar Islam, kegiatan Berdagang dan kegiatan membangun majlis ta’lim serta kegiatan membangun Madrasah Diniyah Islamiyah, beliau melakukan kegiatan tersebut dengan perjalanan sangat panjang dan prosesi pengorganisiran atau pembasisan masyarakat secara alamiayah.

Kelahiran Yayasan Maraqitta’limat sebagai organisasi pendidikan, sosial dan dakwah Islamiyah bersumber pada madrasah induk yaitu, Madrasah Diniyah Islamiyah sebagai emberio perjuangan beliau untuk mengembangkan lembaga pendidikan informal, yang selanjutnya menjadi Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah serta lembaga pendidikan lainnya sebagai lembaga pendidikan formal.

Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad sebagai pendiri dari sebuah Yayasan Maraqitta’limat atau Lembaga Pendidikan yang di awali dengan didirikan Madrasah Diniayah Islamiayah kemudian selanjutnya mendirikan Madrasah Ibtidaiyah sebagai awal tonggak sejarah berdirinya Yayasan Maraqitta’limat, dengan memusatkan berbagai kegiatan pendidikan, da’wah dan sosial kemasyarakatan dengan memanfaatkan sebuah gedung masyumi bulan bintang satu yang artiya Rumah Besar Tempat Belajar Atau Tempat menuntut Ilmu ”, dan tempat tersebut di mamfaatkan sebagai tempat sentral segala aktivitas perjuangan beliau bersama ummat dan sekaligus dimanfaatkan sebagai tempat berkumpul untuk merancang berbagai kegiatan yang secara programatik, hal ini di mulai pada tahun 1948.

Adapun alasan beliau yang sangat sederhana dan mendasar untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan adalah beliau melihat situasi dan kondisi ummat Islam pada saat itu, khususnya di wilayah mamben dan pada umumnya di daerah Lombok masih sangat terbelakang dalam bidang pendidikan dan berada dalam suasana kebodohan akibat tekanan dari lamanya bercokol pemerintah kolonial Belanda serta bangsa Jepang di Pulau Lombok. (Sumber : Bapak Harmain)

Pada lembaga pendidikan Madrasah Diniyah Islamiayah Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad menerapkan pendidikan halaqah, namun sistem ini dipandang kurang efektif dan efisien, karena itu pada hakekatnya beliau menggunakan semi klasikal.

Sistem semi klasikal yang diterapkan sangat menarik perhatian masyarakat, dalam waktu yang singkat telah banyak merebut hati para santri untuk masuk dan belajar pada lembaga pendidikan tersebut, para santri itu ditampung di rumah besar yang disebut dengan Gedung masyumi, kemajuan yang dicapai oleh beliau mengakibatkan timbulnya reaksi negatif dari tokoh-tokoh masyarakat yang khawatir kehilangan wibawa dan pengaruh di tengah masyarakat tersebut, mereka inilah yang menghasud masyarakat untuk merintangi dan menghalangi aktivitas yang sangat mulia di bidang pendidikan ini. Mereka tidak bosan-bosannya mempengaruhi wali santri agar mencabut anak-anaknya dari lembaga pendidikan tersebut.

Mengahdapi reaksi negatif dan tantangan itu, beliau tidak pernah mundur walau setapakpun dari gelanggang perjuangan, reaksi dan tantangan itu ibarat pupuk bagi Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad, semakin memuncak reaksi dan tantangan, semakin berkobarlah semangat juang beliau untuk memberantas kebodohan.

Sambungan dari bagian 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar