Oleh Adlan Mamnun : Kedudukan situs
sejarah bagi komunitas masyarakat adat Paer Bayan menjadi sangat penting dalam
pelaksanaan ritual adat yang di lakukan di dalam kawasan hutan adat ( Pawang
Adat ), karena situs-situs sejarah tersebut termasuk ” Pemalik ”
artinya situs tersebut sangat suci dan tidak boleh dilecehkan ataupun dikotori
secara lahiriah ataupun batiniah.
Dalam kaitan dengan pelaksanaan ritual adat seperti
pelaksanaan Maulid Adat di setiap masjid kuno yang ada di dalam kawasan
hutan adat, Taun Alif ( Tahun alif ), Aji Makem ( Mengaji makam
), Bangar Montong ( Menyelamatkan bumi dari gangguan Mahluk Halus), Selamet
Olor ( Selamatan irigasi ), Tunas Tamba ( Meminta selamat dari
berbagai bencana ), Ngalu Taun ( Menyambut datangnya musim hujan sebagai
bentuk rasa syukur atas rahmat Tuhan yang di berikan kesempatan bercocok tanam,
Sempulek Balit ( Datangnya musim kemarau ) dan lain sebagainya,
kegiatan-kegiatan ritual adat tersebut di lakukan di dalam hutan adat sekaligus
sebagai bentuk perwujudan pelestarian terhadap hutan adat yang di kelola oleh
masyarakat adat paer bayan, sedangkan Situs sejarah yang di sakral, seperti
Masjid Kuno ( Masjid Tua ), Makam Leluhur, Kampu, Bale Bleq, Berugaq Agung,
Tembrasan, Pedangan dan lain sebagainya, di samping situs sejarah yang berada
di dalam kawasan hutan adat juga terdapat di luar kawasan hutan.
1).Masjid
Kuno (
Masjid Tua )
Masjid bagi
masyarakat adat paer bayan merupakan tempat suci tempat untuk bersujud kepada
Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam bahasa sasaknya di sebut Mesigid, masjid kuno
di Bayan tidak sama keberadaanya dengan masjid-masjid pada umumnya, karena
masjid kuno atau masjid tua ( Mesigid Lokaq ) merupakan sebuah masjid
peninggalan leluhur atau nenek moyong terdahulu di Bayan, masjid kuno ini
dipercaya dan di yakini sangat sakral ( Kramat ) oleh masyarakat adat Paer
Bayan yang memiliki kekuatan magis dan mistis yang di sebut “ Malik atau
Kemalik ”, kata Maliq artinya tuah, haram, terlarang atau tidak di bolehkan,
jika segala ketentuan, norma, hokum, aturan dan lain sebagainya, dalam memasuki
masjid termasuk mempermainkan barang-barang atau benda-benda yang ada di dalam
masjid, seperti Beduk, Gerantung ( gamelan ) apabila ketentuan larangan
tersebut di langgar, maka Si pelanggar akan mandapatkan Saksi moral atau
hukuman bathin yang di sebut “ Malik ”, berupa hukuman badaniah atau yang
disebut “ Kebendon ”, Wujud kebendon bisa orang yang melanggar menjadi gila,
rabun mata, bisu dan lain sebagainya.
Masjid Kuno
yang ada di Bayan tidak di fungsikan sepanjang hari atau waktu setiap melakukan
kegiatan ritual yaitu Sembahyang atau Sholat, akan tetapi kegiatan ritual
tersebut, masjid kuno di gunakan hanya sewaktu-waktu saja, seperti Maulid Adat,
Sholat Sunnat Taraweh Rada Bulan Puasa, Hari Raya Idul Fitri ( Lebaran Panjang
), Hari Raya Idul Adha ( Lebaran Pendek ), disamping itu juga digunakan sewaktu
penyelenggaraan Rowah Wulan dan Tampet Jum’at, yang pelaksanaanya di awal bulan
Sya’ban ( Bulan Rowah) sebulan sebelum Ramadhan, kemudian Mleman Qunut ( Malam
Peringatan Nuzul Qur’an ), yaitu malam menantikan Lailatul Qadar, Mleman fitrah
( Malam pengumpulan zakat fitrah, dan lain sebagainya.
Perlengkapan Masjid yang menjadi peninggalan ( Bayan :
Pengadeg-adeg) tidak boleh di ganti dengan barang lain kecuali jika benda
tersebut hilang, semua benda tersebut akan di pelihara, karena di anggap mempunyai
makna atau tuah, perlengkapan di maksud berupa Mimbar, Podium, Beduk dan
Gentong atau bejana ( Sasak : Bong ) yaitu wadah air untuk berwudu dan cuci
kaki jika masuk masjid, pahatan burung Paksi Bayan, tongkat Kyai Ketip,
keberdaan masjid-masjid kuno tersebut yang masih ada dan utuh di Adat Paer
Bayan, seperti Masjid Kuno Bayan Bleq di Desa Bayan, Masjid Kuno Batu Gembung
di Desa Akar-Akar dan Masjid Kuno Barung Birak di Desa Sambik Elen ( Berada di
luar kawasan hutan adat ), dan Masjid Kuno Semokan, Masjid Kuno Sembagek di
Desa Sukadana ( Berada di dalam kawasan hutan adat ), ( Luar Hutan ).
2).Makam
Leluhur
Makam Leluhur adalah suatu tempat di kuburkan para leluhur para
pendahulu dan merupakan tempat bersejarah ( Arab : Maqom ) mempunyai kekuatan
magis, sehingga sering di sebut tempat yang “ Maliq ” atau tabu, leluhur yang
di kubur atau yang di makamkan pada tempat tersebut di percayai telah berjasa
sebegai tokoh ( Agama dan Adat ), makam leluhur ini yang di fungsikan sebagai
tempat melakukan Acara ritual “ Aji
Makam “ yang pelaksanaan ritualnya baik pada makam yang terdapat di dalam
kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan, Makam para tokoh-tokoh pendahulu
kedatuan bayan, seperti makam Lebe
Antassalam di desa Bayan ( luar kawasan hutan ), makam Raden Panji, Raden Mas
Sangka Mas, Raden Imba Patih maktal dan patih Sunan Gading di Santinggi Daya dusun Batu Santek ( dalam
kawasan hutan ), makam Demung Barung Birak di hutan adat lawangan ( dalam
kawasan hutan ) dan lain sebagainya.
Makam leluhur keberdaannya di samping sebagai bukti sejarah ( Situs
Sejarah ) juga memiliki arti penting yang kaitannya dengan pelaksanaan ritual adat,
sebagai salah satu bentuk dari upaya masyarakat adat bayan dalam melakukan pelestarian
kawasan hutan, misalnya Aji Makem Bangar
Montong yaitu sebuah acara muja yang di lakukan oleh masyarakat adat bayan di
atas areal makam leluhur yang berada di dalam kawasan hutan adat, sedangkan
maksud di lakukannya acara ritaual Aji Makem Bangar Montong ini adalah sebagai
symbol pembuka dan penutup tahun dalam rangka masyarakat adat beraktivitas yang
berhubungan dengan bumi seprti bercocok tanam baik di lahan maupun di kawasan
hutan, ritual adat ini bertujuan untuk meminta keselamatan dari Sang Pencipta
Bumi agar senantiasa di jauhkan dari berbagai macam penyakit dan hama serta
yang dapat mengganggu tanamnya dengan harapan hasilnya berlimpah ruah,
relevansi dari pelaksanaan acara ritual adat Aji Makem Bangar Montong bagi
masyarakat adat bayan, apabila acara tersebut belum di laksanakan maka segala
aktivitas masayarakat dalam hal bercocok tanam tidak boleh di lakukan, hal ini
sebagai bentuk ketaatan dan kepatuhan kepada hokum Agama dan Hukum adapt sesuai
dengan pandangan hidup yang du miliki oleh masyarakat adat bayan.
3).Kampu
Kampu adalah sebuah kompleks tempat tinggal pemuka adat Keagungan
sebagai hasil gundem dan di dalamnya terdapat bangunan sacral berupa Bale Bleq
Adat ( Rumah Bleq ), Brugaq Adat, Bale Pedangan Adat, Brugaq Prapian dan Brugaq
Santeren khususnya di kampu penghulu, jadi setiap wilayah toaq lokaq penganggo
adat terdapat kampu atau kompleks dari tempat tinggal pemuka adat dan tempat
pelaksanaan adat di pagari dengan bambu anyaman yang tidak boleh diganti dengan
bahan lain, baik berupa kayu maupun tembok bata. bila terjadi pergantian bahan
pagar yang demikian termasuk melanggar pesan dan pengadek-adek atau peninggalan
leluhur, baik kampu yang berada di dalam
kawasan hutan maupun yang di luar kawasan hutan, untuk kampu yang paling besar
( Bleq atau Agung ) berada di Bayan Timur, karena bayan timur merupakan pusat
pemerintahan adat Paer Bayan.
4).Bale Bleq
Bale adat bayan ( Bale Bleq ) merupakan Rumah adat yang di agungkan
atau di sakaralkan oleh masyarakat adat bayan, untuk dapat membedakannya dengan
bale adat di tempat komunitas adat sasak ( Lombok ) yang lainnya, istilah bayan
di belakngnya, sehingga menjadi bale bleq bayan sangat bermakna agmis, mistik
dan megis terkait denga anutan keyakinan agama mereka yaitu agama islam, karena
seluruh kerangka konstruksi bangunan bale bleq adat bayan, merupakan simbol
dari pelajaran dan pemahaman tentang agama islam, selain itu juga mengambil
filsafah adat Paer Bayan dalam kehidupannya, bale bleq juga di fungsikan sebagi
tempat penyimpanan benda-benda adat yang di anggap sacral ( Purbakala ), di
samping bale bleq terdapat juga bale adat bayan yang di peruntukan sebagai
rumah dinas adat bagi para penganggo adat baik yang berada di luar kawasan
hutan atupun di dalam kawasan hutan.
5).Berugaq Agung
Secara umum
Berugaq sebuah bangunan rumah kecil yang tidak di dindingi dengan Pagar ( Bedeq
) yang di bangun biasanya di depan rumah tempat tinggal masyarakat adat bayan,
berugaq ini berfungsi sebagi tempat menerima tamu, mengadakan kenduri atau
roah, belajar agama, adat, pemerintahan, pendidikan moral atau budi pekerti,
baik dengan belajar lisan maupun membaca lontar yang berhuruf jawi ( Kejawen )
atau membaca kitab kuning atau kitab gundul yang berbahasa jawi atau melayu
arab dan lain sebaginya, bangunan
berugaq tersebut ada juga bertiang sembilan, ( tekan sanga ), yang di anggap
sebagai tiang kesembilan ialah tiang penunjang tunggal di tengah-tengah berugaq
( Tunjeng Berugaq ), selain itu berugaq berfungsi sebagi pengganti serambi
depan rumah, selalu di tempatkan di depan rumah induk, bangunan berupa Berugaq
ini kemungkinan besar mendapat pengaruh dari budaya Suku Bugis di Sulawesi
setelah kedatangan orang-orang Bugis kurang lebih pada akhir abad ke 16 ke
lombok di zaman kerajaan Seleparang Lombok, bangunan Berugaq di kalangan
masyarakat sasak pada umumnya dan masyarakat bayan pada khususnya menjadi
populer di kalangan Suku Bangsa Sasak sehingga sekarang, dalam teradisi suku
bangsa sasak, yang berlaku pada komunitas bayan terdapat tiga jenis berugaq,
Berugaq yang bertiang empat di sebut Sekepat, berugaq yang
bertiang 6 di sebut Sekenem dan Berugaq yang bertiang 8 di sebut Sekewalu,
khsusnya untuk masyarakat adat bayan bahwa semua berugaq yang di bangun di
dalam kampu di sebut berugaq adat seperti Berugaq bleq atau agung, berugaq
Empaq, berugaq Periapan, berugaq atau Sekepat Santeren Pengulu yaitu yang di
gunakan untuk menikahkan pengantin, sedangkan berugaq-berugaq sekenem di luar
kampu merupkan berugaq biasa di gunkan tempat kenduri atau roah, tempat
menerima tamu dan lain sebagainya, sedangkan situs sejarah dan bangunan adat
seperti temberasan yaitu sebuah batu besar yang berada di dalam kawasan hutan
yang di fungsikan sebagi tempat menaruh beras untuk perlengkapan acara ritual,
kemudian beras tersebut di masak pada saat melakukan acara ritual adat di
pedangan adat ( Dapur Adat ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar