Tuan
Guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad adalah salah seorang tokoh penyi’ar agama
Islam, beliau sebagai perintis pondok pesanteren, dan beliau juga sebagai
perintis pembaharuan di dunia pendidikan melalui tangga pendidikan, serta
beliau juga adalah sebagai pendiri Yayasan Maraqitta’limat yaitu salah satu
organisasi Islam
yang ada dari sekian banyak organisasi Islam yang ada dan tersebar di seluruh penjuru
pulau Lombok ini.
1.Sebagai Penyi’ar Agama Islam
Tuan
guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad merupakan salah seorang tokoh penyi’ar
agama islam di tanah pulau Lombok, sebagai seorang penyi’ar agama untuk
mengebangkan ajaran Islam
beliau menggunakan metode da’wah dengan
cara berdagang menyelusuri serta
mengelilingi ke setiap pelosok-pelosok wilayah yang ada di pulau Lombok, disamping itu pula metode da’wanya yang sangat di kenal
oleh masyarakat yang di datanginya adalah metode da’wah dari rumah ke rumah
(Baca Sasak : Ngamarin).
Sedangkan
strategi syi’ar Islam
yang jalankan dan di terapkan
oleh beliau, selalu menghargai adat atau kebiasaan masyarakat dalam suatu
wilayah yang di datanginya, artinya tidak serta merta beliau langsung
menghapuskan adat atau kebiasaan masyarakat yang kegiatan-kegiatannya
bertentangan dengan ajaran agama, seperti kebiasaan-kebiasaan masyarakat
meminum-minuman keras (Minuman Tuak),
membunyikan alat-alat musik tradisional (Gamelan) Secara berlebihan, dan
kebiasaan-kebiasaan masyarakat lainnya, yang di lakukan ketika pada waktu-waktu
sholat oleh masyarakat tersebut, karena pada saat itu masyarakat yang Ia datangi masih teramat jarang menjalankan
Ibadah Sholat, bahkan sebagian besar masyarakat belum memahami tata cara
tentang sholat. Beliau pada saat itu, untuk melaksanakan
misi da’wahnya adalah masyarakat yang masih buta tentang akan ajaran-ajaran Islam, di samping
itu pula keyakinan masyarakat masih begitu kuat dan kental pada kebiasaan-kebiasaan
pelaksanaan adat Wettu
Telu
yang merupkan akulturasi pembudayaan dari
agama Hindu, Budha dan Islam pada zaman sebelumnya,
contohnya di Belanting, sembalun Lombok timur, Bongor Lombok Barat dan Bayan,
Santong, Sidutan Lombok Utara, dan lain sebagainya.
Melihat
kondisi adat dan kebiasaan masyarakat yang masih jauh dari ajaran Islam, beliau selalu mendekati tokoh-tokoh adat dan tokoh yang
di segani atau di takuti oleh masyarakat setempat, terlebih dahulu beliau menyampaikan tentang pemahaman ajaran-ajaran
agama Islam kepada tokoh tersebut, kemudian beliau memulainya dari
perkenalan agama Islam itu sendiri hingga sampai kepada ajaran-ajaran agama
Islam yang mendalam, akhirnya dengan jiwa kesabaran dan sopan
santun beliau di dalam menyi’arkan ajaran agama Islam kepada para tokoh-tokohnya, sehingga
dengan perlahan-lahan kegiatan masyarakat tersebut yang masih bertentangan dari
ajaran agama Islam, lambat laun dan perlahan-lahan berkurang
sedikit-demi sedikit, misalnya beliau membolehkan masyarakat setempat membunyikan
alat-alat musik tradisional berupa gamelan
dan sejenisnya, tetapi di batasi sampai pada
waktu-waktu sholat, barulah pada saat masyarakat berkumpul, kemudian beliau
menyi’arkan dan berda’wah tentang ajaran agama Islam, hal ini di lakukan agar masyarakat
lebih simpati pada beliau, terutama
simpati pada ajaran-ajaran agama Islam yang di
syi’arkan, artinya strategi
da’wah yang kembangkan oleh beliau pada saat itu, menanakan rasa senang, suka
dan simpati dulu terhadap masyarakat akan ajaran agama Islam, lalu kemudian
setelah masyarakat merasa senang, suka dan simpati, baru beliau mengajarkan
tentang berbagai ilmu agama Islam.
Di samping strategi da’wah yang di kembangkan oleh
beliau, dengan sikap sopan, santun, rendah
hati, dan menghargai adat dan kebiasaan masyarakat tersebut, sehingga tanpa
beliau melarang dengan tegaspun masyarakat setempat menerima beliau, dengan
rasa simpati kepada beliau, kemudian dengan leluasa memberikan da’wahnya untuk
menyi’arkan ajaran-ajaran agama Islam,
satu riwayat yang di kisahkan, di
samping beliau membolehkan melakukan ritual-ritual adat dan kebiasaan masyarakat
tersebut, dan beliau menuntunnya dengan perlahan-lahan dengan ajaran-ajaran agama,
paling tidak beliau telah di beri ruang atau kesempatan untuk berda’wah, dan
tidak kalah pentingnya sasaran da’wah beliau selanjutnya kepeda anak-anak
mereka, karena anak-anak merekalah yang akan di didik, dibina untuk menjadi kader-kader
pelanjut syi’ar agama Islam,
dan agar anak-anak mereka tidak seperti mereka kelak di kemudian hari.
Tuan
Guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad,
di samping beliau sebagai penyi’ar agama Islam,
beliau juga berdagang ke berbagai pelosok untuk melaksanakan misi da’wahnya, strategi da’wah tersebut beliau sambil berdagang,
kegiatan berdagangnya
yang di lakoni oleh
beliau, bukanlah tujuan utamanya, akan tetapi kegiatan berdagang yang di
lakukan oleh beliau hanyalah menjadi alat media penyebar syi’ar da’wah Islam atau lebih tepatnya sebagai salah satu strategi
pendekatan dengan masyarakat di masing-masing wilayah yang di datanginya,
seperti di Sembalun, Sambalia, Obel-obel, Belanting, Lokok Aur, Anyar,
Panggung, Sidutan dan lain sebagainya, adapun barang dagangan beliau seperti
Garam Dapur, Kedelai, Bawang Merah, Bawang Putih, Cabe, Kapuk, pakian dan lain sebagainya.
Kegiatan dalam berdagang, beliau membawa barang
dari mitra usahanya kerap kali di sebut sebagai tempat mengambil atau membeli barang-barang yang di
jualnya (Saudagar), seperti orang keturunan Cina
dan Arab yang tinggal di Ampenan dan Cakranegara, beliau juga membeli barang
dari masyarakat kemudian di jual di mitra usahanya tersebut, kegiatan dari
berdagang seiring dengan kegiatan da’wah Islamiyah
yang di sebarkan
oleh beliau di berbagai pelosok daerah pulau Lombok ini, memberikann danpak positif, sehingga di
beberapa tempat yang di datangi oleh beliau selanjutnya di tandai dengan
pendirian Mushalla,
Masjid dan Lembaga pendidikan (Baca : Madrasah), hal ini dapat di lihat sekarang dari
napak tilas perjuangan beliau yang pernah di lakukan selama hidupnya di
berbagai pelosok.
Kegiatan
berdagang yang di lakukan oleh beliau di kisahkan, di sekitar pada tahun 1941
sebagai awal beliau memasuki daerah wilayah lombok utara yang sering di sebut
dengan wilayah dayan gunung, di awali dengan pertemuan beliau dengan seseorang
yang bernama Bapak Andi Abdul Gani yang merupakan keturunan suku Bugis dari Makassar, yang bertempat
tinggal di Desa Sukadana Kecamatan Bayan, Lombok Utara (Baca : Sekarang),
pertemuan beliau dengan Bapak Andi Abdul Gani di wilayah Panggung Desa Selengen
Kecamatan Kayangan (Baca : Sekarang), pada saat itu beliau sedang berjualan
garam dapur, kemudian Bapak Andi Abdul Gani membeli garam kepada beliau, namun
di saat tawar menawar harga, beliau tidak menawarkan dengan harga tinggi bahkan
beliau menambah atau memberikan lebih kepada Bapak Andi Abdul Gani, selanjutnya
pembicaraan antara beliau saat itu menjadi panjang lebar sehingga saling
mengenal satu sama lainnya, pada akhirnya Bapak Andi Abdul Gani mengajak beliau
untuk mampir dan berkunjung kerumah kediamannya yang terletak di gubuq Bangsal Telaga Bagek, dengan siapapun beliau bertemu selalu bersifat sopan,
santun dan rendah hati, baik dalam hal berbicara dan bersikap, terlebih-lebih
dalam berniaga (Berdagang) sehingga
mereka menjadi cepat akrab dan bersahabat,
karena beliau sering berkunjung kerumah Bapak Andi Abdul Gani, dari hubungan kegiatan jual beli atau
berdagang antara beliau dengan
Bapak Andi Abdul Gani, lambat laun menjadi hubungan Syi’ar Islam, kerena beliau
di setiap perbicangannya selalu di selipkan nuansa-nuansa ajaran Islam dan
Nasihat-nasihat agama.
Selanjutnya bila beliau datang kerumah
Bapak Andi Abdul Gani,
beliau selalu melakukan sholat berjama’ah di Masjid Panji Islam yang ukurannya
sangat kecil dan sedehana tetapi masih layak untuk di jadikan tempat beribadah,
yang di dirikan oleh orang tuanya Bapak Andi Abdul Gani yang bernama Bapak Andi
Abdurahman, setelah sekian lamanya mereka bersahabat, baru di ketahui bahwa
beliau seorang Tuan Guru, sehingga Bapak Andi Abdul Gani beserta masyarakat
setempat, meminta
beliau untuk memberikan ceramah-ceramah agama pada masyarakat, saat itu Bapak
Andi Abdul Gani adalah menjabat sebagai seorang kepala kampung (Bahasa Bugis :
Metue)
kemudian beliau menyepakati permintaan masyarakat tersebut, namun tetapi beliau
menyarankan dan berpendapat agar kegiatan ceramah, sementara jangan dulu di
lakukan di tempat-tempat umum seperti di masjid atau di mushalla, melainkan di lakukan
dengan cara berkunjung dari
rumah ke rumah (Baca Sasak : Ngamarin),
kerena tidak semua masyarakat yang ingin dan senang mendengarkan ceramah-ceramah beliau. Menurut
beliau dalam hal ini bagi masyarakat “ Jangan
sekali-kali merasa di paksa untuk memahami agama Islam “, lebih lanjut alasan beliau karena
situasi dan kondisi belum mendukung, karena lingkungan masyarakat setempat, masih banyak meyakini
keyakinan adat
Wetu Telu masih begitu kental saat itu.
Kemudian
setiap beliau datang ke kampung bangsal Telaga Bagek, beliau selalu berda’wah
dan membawa barang dagangannya
seperti Benang, Kapas dan pakaian berupa kain, terkadang juga kedatangan beliau
kerap kali menginap di Labuan Carik Desa Anyar, sehingga pada masa itu Bapak
Andi Abdul Gani selalu membantu beliau di dalam melakukan kegiatan-kegiatan
da’wahnya di sekitar wilayah Bayan.
Sedangkan di dusun Panggung Desa Selengen
Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara (Baca : Sekarang), beliaulah yang pertama
kali mendirikan Musholla di tepi pantai, dalam pendekatan dan interaksinya dengan masyarakat
setempat, beliau penuh
kesederhanaan, sopan, santun sehingga masyarakat banyak berguru kepada mereka
terutama sekali berguru agama, pada dasarnya kedatangan beliau pada awalnya
adalah sebagai pedagang, tetapi lambat laun beliau banyak di kenal oleh
masyarakat sekitar sebagai seorang tokoh agama yang patut di teladani.
Sementara, kegiatan berdagang yang di
lakukan oleh beliau ke Sembalun, beliau pertama kali berdagang ke wilayah
tersebut, dengan
membawa barang dagangan berupa pakaian, baju dan kain serta alat-alat Sholat,
saat itu Sembalun juga masih kental dengan keyakinan adat Wetu Telu, dan
teramat jarang di temukan masyarakat yang melaksanakan Sholat lima waktu, ketika beliau melihat keadaan sembalun yang
masih begitu jarangnya masyarakat menjalankan Sholat lima waktu, beliau dengan
pelan-pelan mendekati masyarakat untuk mengajak Sholat, tetapi masyarakat
menolaknya dengan berbagai bentuk alasan, penolakan tersebut “ bagaimana kami mau sholat, sementara
kami tidak
mempunyai pakaian untuk sholat, dan kami belum
bisa melaksanakan sholat ” . Mendengar
jawaban yang di lontarkan oleh masyarakat Sembalun pada saat itu, kemudian beliau
mengajarkan kepada beberapa orang tentang ilmu sholat dan memberikan pakain sholat, seperti sarung,
baju, peci atau kopiah, mukna (Baca Sasak : Telkum) sedangkan pakaian-pakian
yang di berikan kepada beberapa masyarakat setempat, merupakan barang dagangannya sendiri, tetapi begitu melihat keinginan
masyarakat Sembalun untuk belajar sholat
dan menggali ilmu agama, beliau rela walaupun mengalami kerugian secara ekonomi,
dan menurut
salah satu riwayat yang di ceritakan oleh H.Ibrahim kepada penulis, “ bahwa beliau seringkali
membelikan pakaian sholat
untuk masyarakat sembalun di toko Aikmel Lombok Timur “ , dan saya
sendiri sering di ajak untuk ikut menemaninya berdagang, tetapi apa yang saya
saksikan dan lihat saat itu, bahwa beliau tidak pernah mendapat keuntungan dari
hasil berdagangnya, kalau tidak rugi, hanya modal yang kembali (Baca sasak :
Pakpok).
Kegiatan syi’ar Islam yang di lakukan oleh beliau
khususnya di wilayah Lombok Utara atau yang
lebih di kenal dengan sebutan wilayah dayan gunung, di riwayatkan oleh Lalu Hasan B.A (Alm), salah seorang mantan Camat Bayan mengungkapkan kepada Penulis, “ bahwa beliau
sebenarnya mulai datang dan melakukan kegiatan berda’wah di Bayan dan
sekitarnya, pada saat itu masa Kedistrikan Raden Kertapati “ beliau mulai masuk
wilayah dayan gunung, namun tetapi beliau di saat itu di kenal oleh masyarakat
luas di samping sebagai penyi’ar agama Islam (Mublaig) beliau juga di samping berda’wah
juga sebagai saudagar (Berdagang), kegiatan da’wah yang di lakukan oleh beliau
dari rumah kerumah, karena pada saat itu masih teramat jarang kita temukan
adanya Musholla dan Masjid, di samping itu pula mayoritas masyarakat Bayan
masih meyakini keberadaan adat yakni Wettu Telu.
Melihat
perkembangan da’wah beliau semakin lama semakin berkembang di Bayan, suatu
ketika masyarakat asli Bayan pernah mengungkapkan dengan nada mengancamnya, agar
da’wahnya tidak berkembang luas, karena di samping beliau di kenal sebagai
penyi’ar agama juga sebagai pedagang, maka masyarakat asli Bayan tidak mau
melakukan hubungan jual beli barang berupa bawang merah terhadap beliau, pemberlakukan ini tidak hanya di tujukan kepada beliau
sendiri, bahkan terhadap siapa saja pengusaha yang
berasal dari Mamben saat itu, dan
juga kepada pengusaha yang sudah lama bertempat
tinggal di Bayan, karena pada saat
itu warga Mamben mayoritas menjadi pengusaha bawang merah, ancaman tersebut di sebabkan
oleh kegiatan da’wah beliau semakin
hari-semakin berkembang, sehingga masyarakat
asli Bayan beranggapan, bahwa
kegiatan da’wah beliau akan dapat merusak tatanan adat dan keyakinannya secara
perlahan-lahan, namun tetapi ancaman
tersebut tidak terjadi, dan kegiatan jual
beli hasil bumi berupa bawang merah tetap berjalan sebagaimana biasanya,
karena antara masyarakat
setempat selaku petani saling membutuhkan satu sama lain yakni pengusaha (Saudagar). Dan merekapun berpikir, Kemana lagi bawang
merah tersebut akan di jual,
kalau tidak kepada pengusaha yang berasal dari Mamben, sejak saat itu pula
kegiatan da’wah beliaupun semakin bertambah berkembang di Bayan, yang pada
akhirnya orang tua saya berkeinginan menyerahkan sebagian tanahnya untuk di
wakafkan sebagai sarana pendidikan menjadi Madrasah Ibtidaiyah Maraqitta’limat Anyar didirikan pada tahun 1969. Madrasah inilah yang
pertama kali didirikan di wilayah Lombok Utara (Dayan Gunung), yang sekarang
menjadi Madrasah Ibtidiyah Maraqitta’limat Anyar, yang berlokasi di sebelah
kantor Camat Bayan.(Sumber Lalu Hasan, BA) .
Melihat
perkembangan da’wah beliau di berbagai wilayah pelosok, seperti wilayah Mamben
Lauk, seperti Dusun Tembeng,
Bandok, Ladon, Lengkok,
Lendang Karang, Orong Bukal, Lendang Belo, Orong Rantek, Tirpas, Sukereme,
Penanggak, Mamben Daya, Gelumpang, Kali Bening, Renge, Bageq Longgeq, Ombe,
Dasan Bembeq, Erot, Kalijaga,
Suwela, Ketangga, Sapit
dan lain sebagainya, kemudian di lanjutkan kedaerah Sembalun, Sajang, Sambalia,
Belanting, Obel-Obel, Lokoq Aur, Anyar, Sukadana, Panggung, Sidutan, Sesait,
Santong, Bongor dan sebagainya.
Mengingatkan kita akan perjalanan
beliau dalam berda’wah di masing-masih pelosok daerah tersebut, bukan berarti
perjalanan perjuangan beliau berjalan
mulus, semulus kata-kata dan
kalimat yang tersusun dalam buku ini, namun
berbagai tantangan dan rintanganpun di hadapi oleh beliau, terutama tantangan
dan rintangan dari orang-orang yang tidak suka dan benci terhadap perjuangan beliau, bahkan
adapula yang melempari beliau dan ingin berencana membunuh beliau, namun jiwa dan tekad
yang bulat untuk menyebarkan Agama Allah SWT di pulau Lombok ini terus di lakukannya, sehingga
semangat beliau semakin kuat dan tidak pernah gentar apalagi mundur setapakpun untuk menghadapi
dan melawan segala rintangan yang terjadi, namun beliau dalam menyikapi dan
mengahadapi tantangan dan rintangan
selalu di sikapi dengan sikap yang penuh bijak.
2.Sebagai Perintis Pondok Pesantren
Tuan
guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad, di samping sebagai penyi’ar agama Islam beliau juga
sebagai perintis salah satu pondok pesantren yang ada di pulau Lombok yaitu pondok
pesantren maraqitta’limat, pondok pesanteren yang di rintis oleh beliau pada
saat itu diawali
dari majlis ta’lim Darul Ulum, sekarang menjadi pondok pesantren
maraqitta’limat sebagai lembaga
pendidikan non-formal.
Di
majlis ta’lim Darul
Ulum
tersebut beliau membina dan mengajarkan para santerinya dengan menggunakan
beberapa kitab-kitab seperti : Kitab Ma’abadil Fiqih, Nahul Wadih, Badrun
Munir, Logatul Arabiah, Nahu Shoraf, Fathul Qarib, Tariqatul Islam, Tariqatul Hadiah, Ilmu
Manteq dan lain sebagainya, perjalanan dari majlis ta’lim tersebut semakin hari
semakin berkembang, di karenakan banyaknya masyarakat yang ingin menimba ilmu,
sehingga melihat perkembangan ini maka dari para tokoh-tokoh baik tokoh
masyarakat maupun tokoh agama menyarankan kepada beliau agar membangun tempat yang
lembih layak, sebelumnya tempat
kegiatan belajar mengajarnya dibawah lumbung padi, dan
akhirnya sekitar pada tahun 1950 para santerinyapun di pindahkan untuk
sementara ke mushalla Amaq Sadar.
Sejak
itu pula mushalla tersebut di jadikan tempat berlansungnya proses belajar dan
mengajar yang kemudian selanjutnya di sebut dengan Diniyah Islamiyah, adapun
murid-muridnya seperti : H.Abu Bakkar, Amaq Makenah, Ust.Farhan, H.Badarudin,
H.Marzuki, Haji Halil Ladon, H.Rusli, Amaq Suarno, Amaq Husnah, Amaq Erah, Amaq
Haderi, Amaq As’ad, Inaq Wasifah dan lain sebagainya (Sebagai murid tahapan
pertama).
Selanjutnya
setelah Murid-murid tahapan pertama ini, di Madrasah Diniyah Islamiyah tersbut Murid-muridnya mendapat
bimbingan dan pembinaan cukup dari
beliau, maka kemudian murid-murid
tahapan pertama ini
dikader dan ditatar serta dilantik
sebagai Guru untuk mengajar murid-murid tahapan berikutnya, sedangkan para
murid-muridnya yang ditatar dan dilantik sebagai guru pada saat itu, diantaranya
seperti : H.Abu Bakkar, Amaq Makkenah, Ust Farhan, Ust Husnah, Ust.Badarudin
dan lain sebagainya, kemudian para guru yang sudah dilantik ini, akan megajar dan
membimbing murid-murid selanjutnya, sebagai murid-murid Diniyah Al-Islamiyah
tahapan kedua, di antaranya ialah
Ust H.Abdul Mannan, Ust. Saleh Rihin, H.Ahyar (Mamben Daya), H.Arsyad
(Lendang), dan lain sebagainya.
Murid-Murid
beliau sebagai tahapan ketiga di antaranya adalah Amaq Saleh AM, Amaq Saadah,
Amaq Hirfan, Amaq Sulhan, Siderah, Bapak Hurnain, H.Maksum, H.Yassin (Mamben
Daya) dan lain sebagainya. Penataran dan pelantikan menjadi seorang guru terus
di lakukan oleh beliau pada setiap tahapan dan tingkatan keilmuan yang di
terimanya oleh para murud-muridnya, namun kegiatan penataran dan pelantikan
tersebut di lakukan setelah para Murid-muridnya mendapat bimbingan dan
pembinaan yang di rasa telah patut dan layak menjadi seorang guru untuk
mengembangkan ilmu-ilmu agama. (Sumber : Ustaz
As’ad, Alm)
Di lihat dari sisi sejarah perintisan pondok pesantren
yang di lakukan oleh beliau, selalu di awali dengan pembentukan majlis-majlis
ta’lim, karna menurut beliau pesantren tidak hanya mengandung nilai keislaman,
tetapi juga mengandung nilai keaslian yang di miliki oleh masyarakat pada saat
itu. interaksi sosial masyarakat Islam dengan budaya lokal masih berkembang dan
kentalnya, seperti menggunakan pembakaran Perapian Kemenyan atau Dupa saat
melakukan kegiatan-kegiatan tahlilan (Baca ; Prapen), memberikan dan membagikan
uang saat melakukan kegiatan pemakaman orang meninggal (Baca : Selawat Kubur),
dan lain sebagainya, kegiatan-kegiatan tersebut merupakan warisan pembiasaan
tradisi budaya para leluhur, hal ini terus-menerus berlangsung terjadi dilakukan oleh masyarakat semasa sebelum
sepulangan beliau dari tanah suci Makkah Al-Mukarramah, kemudian dengan
kembalinya beliau melahirkan pondok pesantren maraqitta’limat dengan tujuan
utamanya adalah menyiapkan santri untuk mendalami ilmu-ilmu di bidang agama
(tafaqqul fi al-din), kegiatan warisan pembiasaan tradisi budaya itupun dengan
perlahan berkurang hingga akhirnya kegiatan itupun hilang dan terkikis
(Terdegradasi), sejalan dengan perkembangan pondok pesantren yang dibangunnya, meskipun
perjalanan panjang perkembangan dari pondok pesantren tersebut, kontraversial
dan perlawananpun kerapkali di hadapinya, tetapi perkembangannya tidak bisa
terlepas dari proses akulturasi perkembangan Islam dalam konteks budaya asli,
misi pendidikan Islam yang di perjuangkan oleh beliau telah menghasilkan
lembaga pendidikan madrasah.
Pertumbuhan dan perkembangan pondok pesantren yang sangat
pesat membuat lembaga pendidikan non-formal ini mengalami peningkatan dan
kemajuan yang signifikan dari masa ke masa, dengan kapasitasnya yang
menyuguhkan spesialisasi kajian baik tradisional ataupun modren, dan pondok
pesantren tersebut membawa dampak positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan saat
itu. Sebab kehadiran pondok pesantren yang di rintis oleh beliau secara jelas
dan nyata telah membantu pemerintah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Bila di kaji lebih jauh dan mendalam, bahwa keberadaan
pondok pesantren maraqitta’limat menyimpan kekuatan yang sangat luar biasa
untuk menciptakan dan menata keseluruhan aspek kehidupan dan dapat memberikan
informasi yang berharga dalam mempersiapkan kebutuhan mendasar untuk menghadapi
masa depan, karna kenyataannya bahwa pondok pesantren maraqitta’limat hingga
kini masih berperan penting pada fungsinya, seperti ; sebagai lembaga pengembangan
ilmu pengetahuan khususnya agama Islam, pada tataran ini pondok pesantren
maraqitta’limat memiliki peranan yang sangat besar dalam menyebarluaskan
pengatahuan agama, yang dalam pendidikan formalnya sering terabaikan,
selanjutnya pondok pesantren maraqitta’limat sebagai transformator, motivator
dan inovator.
Kehadiran pondok pesantren maraqitta’limat dalam
perkembangannya telah memainkan peranannya sebagai fungsi itu untuk meskipun
dalam taraf tertentu masih perlu di kembangkan lebih lanjut sebagai salah satu
subsitem sosial, sebab pondok pesantren memiliki kekuatan dan posisi tawar
untuk melakukan perubahan-perubahan yang berarti. Kemudian peran selanjutnya dari
pondok pesantren maraqitta’limat adalah sebagai lembaga pendidikan mengkaderisasi
Ustaz dan Ulama, fungsi ini tetap melekat pada pondok pesantren umumnya,
3.Sebagai
perintis pembaharuan di dunia pendidikan
Perjungan
beliau dalam merintis perubahan dalam dunia pendidikan di awali dengan
pendirian sebuah Diniyah Islamiyah Pada tahun 1950, dan dari Diniyah Islamiyah tersebut
kemudian di dirikanlah lembaga pendidikan madrasah ibtidaiyah, demikian
perjuangan beliau seterusnya
pada lembaga pendidikan yang lainnya, di dalam merintis dan memperjuangkan
suatu perubahan di dunia pendidikan sehingga perjuangam beliau lebih di kenal
dengan perjuangan melalui “ Tangga Pendidikan “.
Perjuangan
beliau dalam melakukan perubahan di dunia pedidikan melalui tangga pendidikan,
karena hanya dengan tangga pendidikan merupakan sebagai proses dasar
pembentukan keperibadian sikap dan moral manusia (Akhlakul Qarimah), tentunya
dengan mengedepankan peranan pendidikan agama Islam untuk membangun manusia
seutuhnya, sementara konsep dari pembangunan bila di lihat dari segi ajaran
Islam, bahwa Islam
tidak pernah memilah atau membedakan antara pembangunan yang bersifat material
(Keduniaan) maupun pembangunan yang bersifat spritual (Keakhiratan), kedua hal
tersebut di senergikan oleh beliau dalam perjuangannya, karenanya bagaimanapun
juga, keselarasan dan keseimbangan pendidikan agama dan pengetahuan yang
bersifat umum mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan manusia dalam
bermasyarakat, beragama, berbangsa dan bernegara. Selanjutnya menurut konsep
perjuangan beliau melalui tangga pendidikan, agar nantinya bagi masyarakat
tidak berpandangan dan menimbulkan penafsiran pada sifat-sifat materialistis
yang berlebihan, maka konsep moral dan agama di tanamkan sebagai fungsi kontrol
sosial oleh beliau, untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Untuk menamkan dan membentuk sikap moral
manusia, beliau lebih dahulu harus meretas belenggu masyarakat dari kebodohan
dan keterbelakangan tentunya melalui tangga pendidikan, pengembangan tangga
pendidikan di lakukan baik secara formal maupun informal, kemudian untuk mengwujudkan cita-cita luhurnya
beliau telah membangun puluhan sarana dan prasarana lembaga pendidikan formal
bersama masyarakat, seperti membangun Majlis Ta’lim, Madrasah Diniyah Islamiyah,
Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah dan lain
sebagainya, yang selanjutnya ke jenjang
atau tangga pendidikan yang lebih tinggi, di samping itu pula beliau juga
melakukan berbagai bentuk kegiatan-kegiatan, seperti kegiatan da’wah Islamiyah baik secara
monologis maupun secara dialogis, mengajarkan Al-Qur’an, mengajarkan
kitab-kitab agama maupun penggalian berbagai bidang ilmu-ilmu agama dan ilmu
pengetahuan lainnya.
Pada
prinsifnya bahwa di dalam urusan menuntut ilmu, beliau mengembangkan sebuah
strategi dalam pendidikan yakni secara bertangga atau berjenjang yang di
sesuaikan dengan tingkat pola penerimaan dan pemahaman dengan memperhatikan
tingkatan usia manusia, baik usia anak-anak, usia remaja dan usia tua, hal ini
di lakukan oleh beliau sesuai tuntunan dari Sunnah Rasulullah yang mewajibkan
setiap manusia untuk menuntut ilmu dari sejak lahir sampai ke liang lahat.
Kepedulian
beliau untuk membina masyarakat melalui tangga pendidikan dan da’wah Islamiyah
serta membangun Ukhuwah Islamiyah yang kokoh dan solid, tanpa memandang
perbedaan baik latar belakang, golongan, suku bahkan agama demi sebuah
peradaban manusia, inilah bentuk kontribusi beliau sebagai seorang tokoh agama
yang sangat peduli terhadap pendidikan ummat Islam di pulau Lombok.
Realitas
kepedulian beliau terhadap pendidikan ummat yang di implimentasikan pada
pendirian sebuah lembaga pendidikan yang selanjutnya di berinama dengan Yayasan
“ Maraqitta’limat “ yang
artinya “ Tangga Pendidikan “ yang bertujuan membentuk keperibadian
manusia yang bertanggung jawab untuk membangun agama, nusa dan bangsa ini, yang
berpedoman pada kitab Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, mengabdi kepada Allah
Swt, Muhammad Rasulullah Selalu yang di junjung, Al-Islam agama yang di yakini
dan Maraqitta’limat sebagai wadah perjuangan.
Dalam
kaitannya dengan persoalan menuntut ilmu, beliau menuangkan sebuah pemikiran
filosofinya, di ungkapkan dengan kalimat Qur’ani yang mengandung pandangan dan
pemikiran bijak, yang berbunyi “ Subhanalazdi Allama Bil Qalam Allamal
Innsanamalam Ya’
lam
“, yang artinya “ Maha Suci Allah
yang mengajarkan hambanya dengan perantaraan qalam
(Tulis menulis), yang mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak/belum di ketahuinya,
sehingga kalimat ini di jadikan Motto oleh beliau, yang tertulis dan terukir
pada lambang Yayasan Maraqitta’limat, lambangnya berwarna dasar hijau tua,
bergambarkan bulan bintang bersegi lima serta pena dan tangan sedang menulis
atau mengukir kalimat tersebut.
Substansi
makna dari Maraqitta’limat yang di kembangkan oleh beliau adalah sebuah proses
penuntutan ilmu secara bertahap yang di mulai dengan belajar membaca kitab suci
Al-Qur’an, belajar Fardhu Ain dan Fardhu Kifayah, belajar Sholat, kemudian selanjutnya ke tangga
berikutnya menggali Ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, untuk
menyadari peran, fungsi dan tugasnya manusia sebagai halifah di muka bumi ini
agar senantiasa menjadi manusia-manusia yang bertaqwa kepada Allah, sehingga
dapat membedakan antara yang hak dan yang batil serta dapat menjalankan segala
perintah dan menjahui segala larangan Allah Swt, di samping itupula agar
manusia menjadi manusia yang bermanfaat terhadap sesama manusia.
Sejalan dengan perubahan dan perkembangan kondisi
masyarakat saat itu, lambat laun berdirilah suatu lingkungan pendidikan yang
dinamakan Madrasah (Sekolah), sebagai tempat dimana orang akan melaksanakan
kegiatan-kegiatan belajar dalam rangka pengembangan diri, dalam pengertian lain
lembaga pendidikan madrasah atau sekolah merupakan tempat setiap orang menuntut
ilmu, agar cerdas kreativitas, intelektual, emosional dan kecerdasan spritual
yang sesuai dengan nilai-nilai budaya setempat, Gorton (1976 : 84).
Sesungguhnya, lembaga pendidikan mewujudkan aktivitas
khas dari kelakuan berpola yang ada di masyarakat, aktivitas khas tersebut di
lakukan oleh sekelompok atau sebagian orang yang mempunyai struktur yang
mencakup berbagai kdudukan dan peranan, dengan demikian lembaga pendidikan
adalah salah satu peranan sosial yang memilih tugas untuk menyelenggarakan
proses pendidikan, konsep lembaga pendidikan yang di kembangkan oleh Tuan Guru Haji
Muhammad Zainuddin Arsyad dengan
memperhatikan dari karakteristik dan jalurnya, seperti Majlis Ta’lim, Diniayah
dan Madrasah yang merupakan lembaga
pendidikan pada jalur pendidikan Nonformal, Informal, dan Formal.
Kaitannya dengan pendidikan formal berupa Madrasah,
karakteristik lembaga pendidikan ini secara faktual tujuan pendidikan telah
menekankan pada pengembangan intelektual, isi pendidikannya terprogram secara
formal dengan kurikulum tertentu dan tertulis, kemudian berjenjang dan
berkesinambungan, waktu proses pendidikan terjadwal, serta evaluasi pendidikan
dilaksanakan secara sistematis. Sehingga arti penting dari pendidikan merupakan
sama halnya dengan hidup dalam arti luas, dan pendidikan adalah segala situasi
dalam hidup yang dapat mempengaruhi pertumbuhan seseorang, di samping itupula
pendidikan dapat di pahami keseluruhan pengalaman belajar setiap orang
sepanjang hayat, artinya dari sejak laihir dengan proses tahapan sesuai
perkembangan pertumbuhan hidup melalui tangga pendidikan, dalam pengertian ini
pendidikan berlangsung tidak dalam batasan usia tertentu, tetapi berlangsung
sepanjang hayat sejak lahir, bahkan sejak awal hidup di dalam kandungan sang
Ibu, hingga meninggal dunia.
Sedangkan arti pendidikan dalam arti sempit, bahwa
lembaga pendidikan madrasah atau sekolah yang bersifat formal sebagai salah
satu hasil rekayasa dari peradaban
manusia, di samping keluarga, dunia kerja dan lembaga keagamaan, lembaga
pendidikan sebagai hasil rekayasa manusia di ciptakan untuk menyelenggarakan
proses penyelenggaraan pendidikan, dan penciptaannya berkaitan erat dengan
dengan bahasa tulis dalam masyarakat yang berkembang semakin sistematis dan
meningkat seiring perjalanan waktu dari keberadaan lembaga-lembaga pendidikan
yang di rintis oleh Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad, bahwa lembaga
pendidikan merupakan lembaga formal persekolahan yang di ciptakan khusus untuk
menyelenggarakan kegiatan pendidikan tertentu, yang kemudian mengacu
kententuan-ketentuan yang telah di tetapkan, dan secara teknis di kendalikan
oleh Guru, sedangkan peran guru dalam penyelenggaraan bentuk-bentuk kegiatan
pendidikan sejak dari perencanaan sampai pada penilaian pendidikan, atau dengan
kata lain sejak dari awal sampai akhir penyelenggaraan proses pendidikan (Baca
: Belajar-Mengajar).
Konsep pembaharuan dalam dunia pendidikan melalui tangga
pendidikan, adalah menabur benih semangat Belajar merupakan hakikat
pendidikan, belajar untuk memperoleh Pengetahuan dan untuk
melakukan pembalajaran Selajutnya kepada tingakatan yang lebih
tinggi. Lembaga pendidikan memiliki fungsi yang sangat mendasar dalam melayani,
yakni meneruskan, mempertahankan, mengembangkan kebudayaan masyarakat melalui
pembentukan karakter keperibadian murid agar menjadi manusia dewasa dari sudut
usia maupun intelektualnya, serta terampil dan bertanggungjawab sebagai upaya
mempersiapkan generasi pengganti yang mampu mempertahankan eksistensi dirinya sebagai
anggota kelompok atau masyarakat, bangsa dan agama dengan budaya yang
mendukungnya. Dalam ajaran agama bahwa pendidikan mengemban misi ketuhanan,
yaitu menciptakan manusia untuk menjadi pemimpin (Khalifah) yang memiliki
kemampuan manajerial untuk mengelola alam, karna dalam ajaran Islam partisipasi
aktif individu, masyarakat (Ummat), pemerintah (Umara) dalam proses pendidikan
menjadi penting, pengelolaan pendidikan sebagamana yang di anjurkan oleh ajaran
agama Islam perlu untuk direaliasaikan lewat tranmisi interaksi dan kerjasama
formal dan non-formal antara pihak pengelola pendidikan dengan masyarakat
sekitar dalam membangun kemampuan anak didik menjawab tantangan dan memecahkan
masalah kehidupannya.
Eksistensi pembaharuan dunia pendidikan dalam kesetaraan,
yang di kembangkan oleh Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad adalah
pendidikan harus mampu membuka perluasan dan pemerataan kesempatan kepada
setiap warga masyarakat (Ummat) untuk mendapat dan meperoleh pendidikan, upaya
perluasan dan pemerataan pendidikan sebenarnya telah di lakukan sejak Lembaga
Tangga Pendidikan ini di rintis. Pendidikan di arahkan pada tercapainya
pendidikan untuk semua insan atau orang, pendidikan membuka peluang atas
pengakuan hak masyarakat termasuk hak pendidikan, persamaan hak pendidikan
tersebut atas dasar gender, pendidikan menjangkau masyarakat terpencil,
masyarakat terpencil baik secara geografis maupun sosio kultural merupakan
masyarakat yang mengalami kesulitan dalam mengakeses pendidikan secara normal,
pendidikan mampu memberikan kesempatan kepada anggota masyarakat yang kurang
beruntung, artinya anggota masyarakat yang berasal dari keluarga anak didik
yang secara ekonomi krang mampu dan secara kultural mereka berada pada
posisiyang termarjinalkan.
Pembaharuan dalam dunia pendidikan bermuara pada
pengajaran nilai-nilai kehidupan dan pembentukan kareakter (Berakhalaq) mulia
telah menjadi tujuan awal pendirian lembaga pendidikan yang di rintisnya, model
pengembangan sistem pendidikan nilai dalam pembalajaran pengetahuan umum dan agama
dapat menjadi alternatif pembentukan karakter. Melalui pendekatan ini, peserta
didik (Murid) di harapkan mampu menyelami relung makna kehidupan yang lebih
hakiki.
4.Sebagai Pendiri Yayasan
Maraqitta’limat
Tuan
Guru Haji Muhammad
Zainuddin Arsyad mendirikan Yayasan Maraqitta’limat yang di latar belakangi
dengan beberapa faktor, seperti kegiatan Syi’ar Islam, kegiatan Berdagang dan
kegiatan membangun majlis ta’lim serta kegiatan membangun Madrasah Diniyah
Islamiyah, beliau melakukan kegiatan tersebut dengan perjalanan sangat panjang
dan prosesi pengorganisiran atau pembasisan masyarakat secara alamiayah.
Kelahiran Yayasan Maraqitta’limat
sebagai organisasi pendidikan, sosial dan dakwah Islamiyah
bersumber pada madrasah induk yaitu, Madrasah Diniyah Islamiyah sebagai emberio perjuangan beliau untuk mengembangkan lembaga pendidikan
informal, yang selanjutnya menjadi Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan
Madrasah Aliyah serta lembaga pendidikan lainnya sebagai lembaga pendidikan
formal.
Tuan Guru
Haji Muhammad Zainuddin Arsyad sebagai pendiri dari sebuah Yayasan Maraqitta’limat atau Lembaga Pendidikan
yang di awali dengan didirikan Madrasah Diniayah Islamiayah kemudian
selanjutnya mendirikan Madrasah Ibtidaiyah sebagai awal tonggak sejarah berdirinya
Yayasan Maraqitta’limat, dengan memusatkan berbagai kegiatan pendidikan, da’wah
dan sosial kemasyarakatan dengan memanfaatkan sebuah gedung
masyumi bulan bintang satu yang artiya “ Rumah Besar Tempat Belajar Atau Tempat menuntut Ilmu ”, dan tempat tersebut di mamfaatkan sebagai tempat sentral segala aktivitas perjuangan
beliau bersama ummat dan sekaligus dimanfaatkan sebagai tempat berkumpul untuk merancang berbagai kegiatan yang secara programatik, hal ini di mulai
pada
tahun 1948.
Adapun alasan beliau yang sangat sederhana dan mendasar untuk mendirikan
sebuah lembaga pendidikan adalah beliau melihat situasi
dan kondisi ummat Islam pada saat itu, khususnya di wilayah mamben dan pada
umumnya di
daerah Lombok masih sangat terbelakang dalam bidang pendidikan dan berada
dalam suasana kebodohan akibat tekanan dari lamanya bercokol pemerintah
kolonial Belanda serta bangsa Jepang di Pulau Lombok. (Sumber : Bapak Harmain)
Pada lembaga pendidikan Madrasah Diniyah Islamiayah Tuan Guru
Haji Muhammad Zainuddin Arsyad menerapkan
pendidikan halaqah, namun sistem ini dipandang kurang efektif dan efisien,
karena itu pada hakekatnya beliau menggunakan semi klasikal.
Sistem
semi klasikal yang diterapkan sangat menarik perhatian masyarakat, dalam
waktu yang singkat telah banyak merebut hati para santri untuk
masuk dan belajar pada lembaga pendidikan tersebut, para santri
itu ditampung di rumah besar yang disebut dengan Gedung masyumi, kemajuan
yang dicapai oleh beliau mengakibatkan timbulnya reaksi negatif dari
tokoh-tokoh masyarakat yang khawatir kehilangan wibawa dan pengaruh di tengah
masyarakat tersebut, mereka inilah yang menghasud masyarakat untuk
merintangi dan menghalangi aktivitas yang sangat mulia
di bidang pendidikan ini. Mereka tidak bosan-bosannya mempengaruhi wali
santri agar mencabut anak-anaknya dari lembaga pendidikan
tersebut.
Mengahdapi
reaksi negatif dan tantangan itu, beliau tidak pernah mundur walau setapakpun
dari gelanggang perjuangan, reaksi dan tantangan
itu ibarat pupuk bagi Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad, semakin
memuncak reaksi dan tantangan, semakin berkobarlah semangat juang beliau untuk memberantas kebodohan.
Sambungan dari bagian 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar