Jumat, 18 Januari 2013

Sekapur Sirih " Kisah Seorang Tokoh "


Oleh Iman Juhri : Abdul Hannan adalah nama pemberian dari orang tuanya, Abdul Hannan anak ke empat dari 7 bersaudara, ia juga merupakan saudara kandung dari pendiri yayasan maraqitta’limat (TGHM.Zainuddin Arsyad), ayahandanya beliau bernama Tuan Guru Haji Muhammad Arsyad, beliau adalah seorang tokoh Ulama Sufi yang kharismatik, dan beliau juga adalah salah satu tokoh masyarakat dan agama yang ikut ambil bagian dalam mengusir penjajah Jepang diwilayah Pulau Lombok, hingga beliau dirkenal dengan sebutan “ DATUK MAMBEN “.



Abdul Hannan, di usia remajanya beliau di utus oleh ayahandanya pergi menuntut ilmu pada seorang ulama tashawwuf yang ada di Desa Kelayu Selong Lombok Timur, beliaupun dengan serta merta menuruti kehendak ayahandanya, dengan harapan agar menjadi seorang yang berguna bagi masyarakat, agama, nusa dan bangsa. Kemudian Ia pun di diserahkan selanjutnya kepada guru pembimbingnya.

Abdul Hanan muda mulai menuntut dan menggali berbagai ilmu pada gurunya, sementara guru tempat ia menempa ilimu merupakan salah seorang Tuan Guru yang sangat dikenal di Pulau Lombok, beliau bernama Datuk Badar (Tuan Guru Badar). Beliau juga salah seorang Ulama Tashawwuf.

Abdul Hannan setelah sekian lamanya pergi menuntut ilmu, Hannan muda pun pulang ke kampung halamannya di  Desa Mamben Lauk. Saat itu wilayah pemerintahan administratif Desa Mamben Lauk meliputi wilayah Mamben Daya, Kroya, Kembang Kerang, dan lain sebagainya. Artinya Wilayah Pemerintah Desa Mamben Lauk cukup luas sampai kaki rinjani yang berbatasan dengan wilayah Sembalun, bila dibandingkan dengan yang sekarang.

Ayahandanya sebagai tokoh agama, sementara kegiatan rutinitasnya Ayahandanya adalah menyebarkan ajaran agama Islam dari satu kampung ke kampung yang lainnya, dari satu desa ke desa yang lainnya, tentunya dengan jadwal waktu yang sudah di tentukan. Adapun kegiatan tersebut dilakukan dengan cara berjalan kaki.

Suatu ketika Ayahandanya berkata, kepada Hannan Muda “ Hannan Anakku,,,pada hari ini ayah tidak dapat menghadiri dan menyampaikan ceramah pengajian di dusun Orong Rantek, jadi maksud ayah adalah kaulah yang akan pergi kesana, menggantikan ayah untuk menyampaikan salam ta’zim kepada semua jama’ah, bahwa aku berhalangan hadir.  Dan sekaligus Kaulah yang meberikan cermah pengajian kepada jamaah “.

Mendengar ucapan ayahandanya, Hannan muda pun tersentak kaget, “ Apa ngga’ salah ananda di utus datang kesana untuk menyampaikan ceramah pengajian, ataukah ayahanda hanya sekedar bergurau,,,?, tanya Hannan kepada Ayahnya “ .

Lalu Hannan pun melanjutkan pembicaraannya, “ Saya kira itu tak mungkinlah ayah, aku ini tidak punya pengetahuan apa-apa, memang selama ini aku telah belajar dan menuntut ilmu di rumah guru “. Hannan muda pun semakin bingung atas desakan permintaan ayahandanya, untuk menggantikannya menyampaikan ceramah pengajian.

Hannan muda di tengah kebingungannya untuk menjawab permintaan Ayahnya, Hannan Muda Berkata “ Tetapi ayah, sejujurnya ananda katakan bahwa ananda masih senang  bermain layang-layang, dan sewaktu ananda menutut ilmu, bila guruku sedang merasa kelelahan ananda hanya sering disuruh untuk memijit/mengurut beliau, hanya itu yang aku perbuat selama dalam belajar.“

Mendengar ungkapan dari anaknya, sang Ayah pun hanya tersenyum, seakan-akan tidak perduli dengan semua ungkapan dan alasan anaknya, Lalu sang ayah berkata pada anaknya, “ Pokoknya nanda harus pergi ketempat pengajian, “ Hannan muda pun menjawab “ Ananda tidak keberatan untuk pergi, namun jamaah disana tidak ada yang tahu siapa diri ananda,,,? “ Selanjutnya ayahnya pun berkata pada Hannan Muda.

“ Baiklah kalau memang itu alasanmu, ananda bawa tongkatku ini, sesampai ditempat tujuan kau hentakkan tongkat ini ketanah, otomatis semua jama’ah akan tahu dan paham bahwa akulah yang menyeruhmu datang “. Tongkat beliau tersebut memiliki bunyi yang khas dan selalu dibawa kemanapun beliau pergi.

Hannan muda pun berangkat memenuhi permintaan ayahnya, di tengah perjalanan perasaan dan pikiran Hannan muda hanya diselimuti oleh rasa cemas, ragu dan berbagai pertanyaan yang berkecamuk didalam hatinya, “ Apa yang harus aku lakukan dan katakan pada mereka,,,? ”, Hannan muda penuh tanya dalam hatinya, “ Bilamana mereka tahu bahwa aku putra dari Tuan Guru, pastilah mereka akan mengajukan berbagai macam pertanyaan, dan dapatkah aku untuk menjawabnya,,,?. Sepanjamg jalan yang penuh liku, penuh onak, duri dan krikil-krikil tajam, sepanjang jalan itulah Hannan muda terus berpikir, dan akhirnya menyerahkan segala urusannya kepada Allah Swt, agar segalanya dapat berakhir dengan berkat restu dari orang tuanya sambil memikul tongkat, ayahandanya.

Ternyata begitu banyak jama’ah yang sudah lama menunggu kedatangan Tuan Guru, tetapi Tuan Guru yang sedang ditunggu tak jua kunjung datang, melihat jama’ah yang sudah lama menunggu kedatangan Tuan Guru, Hannan Muda pun bergumam dalam hatinya, “ Benar apa yang selama ini aku khawtirkan pun terjadi “.

Sesampainya ditempat pengajian tak satupun yang mengenalnya, tetapi begitu dihentakkan tongkat pemberian ayahnya ke tanah, semua datang berhamburan dan siap menunggu kedatangan Tuan Guru, Jama’ah pun berseru, “ Cepat,,,cepat,,,semua !! Ini Tuan Guru sudah datang, mari kita sambut beliau ”. Ternyata setelah diperhatikan bukanlah Tuan Guru yang datang, melainkan seorang anak muda yang tidak di kenal. Mereka saling bertanya satu sama lain, “ Siapa anak muda itu...? “, Jama’ah yang lainnyapun menimpali nya, “ Mana aku tahu,,,jawabnya pada temannya “ . situasi pada saat itu, setelah melihat yang datang bukanlah Tuan Guru, tetapi hanyalah seorang sosok Anak Muda yang belum di kenalnya, bahkan sebagian jama’ah ada yang bersikap acuh tak acuh.

Namun setelah ditemui oleh salah seorang yang dituakan oleh mereka, maka segeralah mereka naik ke musholla untuk mendengar penjelasan yang akan disampaikan, dalam hati para jama’ah masih diselimuti seribu pertanyaan, “ Siapa sesungguhnya anak muda itu dan apa gerangan maksud kedatangannya “. Setelah semuanya sudah duduk rapi dan siap   mendengar penjelasan, maka anak muda itupun dipersilahkan untuk berbicara dan menyampaikan maksud dan tujuannya kedatangannya. Hannan muda pun menyampaikan pembicaraannya.

“Assalamualaikum.Wr...Wb. Jama’ah yang saya hormati, Saya datang kesini ditugaskan oleh ayahanda Tuan Guru H. Muhammad Arsyad, untuk menyampaikan salam ta’zim dari beliau kepada semua jama’ah yang hadir dalam majlis ini, bahwa beliau berhalangan hadir pada kesempatan ini, sebagai buktinya saya disuruh membawa tongkat beliau, yang sudah barang tentu para jamaah semua telah mengenal siapa yang empunya tongkat ini. Saya juga akan memperkenalkan diri saya, bahwa saya adalah salah satu putra beliau yang bernama Abdul Hannan.” Tanpa banyak komentar dalam perkenalannya, Hannan pun langsung memberi penjelasan berupa  ceramah pengajian yang bernapaskan agama selama beberapa menit, setelah merasa dianggap sudah cukup, lalu ia pun mengakhiri pembicaraannya.

Persis terjadi seperti dugaannya, bahwa setalah mengahiri ceramahnya yang disampaikan hanya beberapa menit saja, kemudian ia di serbu dan hujani oleh berbagai macam pertanyaan, tetapi semua itu dapat dijawab dengan sangat jelas dan gamblang, tanpa ada satupun yang tersisa dari semua pertanyaan itu. Banyak diantara mereka merasa terpukau dan terheran. Seorang jama’ah berkata pada temannya “Aku tidak pernah menemukan penjelasan seperti ini, Bahkan belum habis pertanyaan kita sudah mulai ia jawab, beliau ini seumpama kaset, yang apabila diputar play-nya langsung jalan, beliaupun menjawabnya tanpa harus berpikir panjang “. Ungkapnya.

Menyaksikan kemampuan dan kecerdasan beliau seperti itu, semua jamaah sepakat untuk mengajukan beliau kepada Tuan Guru (Ayahandanya) agar sudi kiranya diutus sebagai guru tetepnya diwilayah Orong Rantek dan sekitarnya, untuk mengajar di kampung mereka. Dan Abdul Hannan pun di ijinkan menjadi guru mereka oleh ayahandanya.

Itulah kisah sekapur sirih Abdul Hannan dalam perjalanan perdananya mengajar dan menjadi abdi masyarakat, tepatnya di Orong Rantek (Baca Sekarang : Desa Mamben Baru), biasanya Abdul Hannan menyampaikan ceramahnya di Musholla Haji Nadri, beberapa tahun kemudian beliau mengakhiri masa remajanya dengan seorang gadis belia bernama SALAMAH, dan dari hasil perkawinannya inilah beliau di karunia putri pertamanya yang bernama MAKENAH, maka Abdul Hannan kerap kali di sebut dengan sebutan nama populer dikalangan murid-muridnya maupun dikalangan masyarakat luas  adalah “ GURU MAKENAH “.

Bersambung......


Tidak ada komentar:

Posting Komentar