Oleh Iman Juhri : Abdul Hannan adalah nama pemberian dari
orang tuanya, Abdul Hannan anak ke empat dari 7 bersaudara, ia juga merupakan
saudara kandung dari pendiri yayasan maraqitta’limat (TGHM.Zainuddin Arsyad), ayahandanya
beliau bernama Tuan Guru Haji Muhammad Arsyad, beliau adalah seorang tokoh
Ulama Sufi yang kharismatik, dan beliau juga adalah salah satu tokoh masyarakat
dan agama yang ikut ambil bagian dalam mengusir penjajah Jepang diwilayah Pulau
Lombok, hingga beliau dirkenal dengan sebutan “ DATUK MAMBEN “.
Abdul
Hannan, di usia remajanya beliau di utus oleh ayahandanya pergi menuntut ilmu
pada seorang ulama tashawwuf yang ada di Desa Kelayu Selong Lombok Timur, beliaupun
dengan serta merta menuruti kehendak ayahandanya, dengan harapan agar menjadi seorang
yang berguna bagi masyarakat, agama, nusa dan bangsa. Kemudian Ia pun di diserahkan
selanjutnya kepada guru pembimbingnya.
Abdul
Hanan muda mulai menuntut dan menggali berbagai ilmu pada gurunya, sementara guru
tempat ia menempa ilimu merupakan salah seorang Tuan Guru yang sangat dikenal
di Pulau Lombok, beliau bernama Datuk Badar (Tuan Guru Badar). Beliau juga
salah seorang Ulama Tashawwuf.
Abdul
Hannan setelah sekian lamanya pergi menuntut ilmu, Hannan muda pun pulang ke
kampung halamannya di Desa Mamben Lauk. Saat
itu wilayah pemerintahan administratif Desa Mamben Lauk meliputi wilayah Mamben
Daya, Kroya, Kembang Kerang, dan lain sebagainya. Artinya Wilayah Pemerintah Desa
Mamben Lauk cukup luas sampai kaki rinjani yang berbatasan dengan wilayah Sembalun,
bila dibandingkan dengan yang sekarang.
Ayahandanya
sebagai tokoh agama, sementara kegiatan rutinitasnya Ayahandanya adalah menyebarkan
ajaran agama Islam dari satu kampung ke kampung yang lainnya, dari satu desa ke
desa yang lainnya, tentunya dengan jadwal waktu yang sudah di tentukan. Adapun kegiatan
tersebut dilakukan dengan cara berjalan kaki.
Suatu
ketika Ayahandanya berkata, kepada Hannan Muda “ Hannan Anakku,,,pada hari ini ayah tidak dapat menghadiri dan menyampaikan
ceramah pengajian di dusun Orong Rantek, jadi maksud ayah adalah kaulah yang
akan pergi kesana, menggantikan ayah untuk menyampaikan salam ta’zim kepada
semua jama’ah, bahwa aku berhalangan hadir. Dan sekaligus Kaulah yang meberikan cermah
pengajian kepada jamaah “.
Mendengar
ucapan ayahandanya, Hannan muda pun tersentak kaget, “ Apa ngga’ salah ananda di utus datang kesana untuk menyampaikan
ceramah pengajian, ataukah ayahanda hanya sekedar bergurau,,,?, tanya Hannan
kepada Ayahnya “ .
Lalu
Hannan pun melanjutkan pembicaraannya, “ Saya
kira itu tak mungkinlah ayah, aku ini tidak punya pengetahuan apa-apa, memang
selama ini aku telah belajar dan menuntut ilmu di rumah guru “. Hannan muda
pun semakin bingung atas desakan permintaan ayahandanya, untuk menggantikannya
menyampaikan ceramah pengajian.
Hannan
muda di tengah kebingungannya untuk menjawab permintaan Ayahnya, Hannan Muda
Berkata “ Tetapi ayah, sejujurnya ananda
katakan bahwa ananda masih senang bermain
layang-layang, dan sewaktu ananda menutut ilmu, bila guruku sedang merasa
kelelahan ananda hanya sering disuruh untuk memijit/mengurut beliau, hanya itu yang aku
perbuat selama dalam belajar.“
Mendengar
ungkapan dari anaknya, sang Ayah pun hanya tersenyum, seakan-akan tidak perduli
dengan semua ungkapan dan alasan anaknya, Lalu sang ayah berkata pada anaknya, “
Pokoknya nanda harus pergi ketempat pengajian,
“ Hannan muda pun menjawab “ Ananda
tidak keberatan untuk pergi, namun jamaah disana tidak ada yang tahu siapa diri
ananda,,,? “ Selanjutnya ayahnya pun berkata pada Hannan Muda.
“ Baiklah kalau memang itu alasanmu,
ananda bawa tongkatku ini, sesampai ditempat tujuan kau hentakkan tongkat ini
ketanah, otomatis semua jama’ah akan tahu dan paham bahwa akulah yang menyeruhmu
datang “. Tongkat beliau
tersebut memiliki bunyi yang khas dan selalu dibawa kemanapun beliau pergi.
Hannan
muda pun berangkat memenuhi permintaan ayahnya, di tengah perjalanan perasaan
dan pikiran Hannan muda hanya diselimuti oleh rasa cemas, ragu dan berbagai
pertanyaan yang berkecamuk didalam hatinya, “
Apa yang harus aku lakukan dan katakan pada mereka,,,? ”, Hannan muda penuh
tanya dalam hatinya, “ Bilamana mereka tahu
bahwa aku putra dari Tuan Guru, pastilah mereka akan mengajukan berbagai macam
pertanyaan, dan dapatkah aku untuk menjawabnya,,,?. Sepanjamg jalan yang
penuh liku, penuh onak, duri dan krikil-krikil tajam, sepanjang jalan itulah
Hannan muda terus berpikir, dan akhirnya menyerahkan segala urusannya kepada
Allah Swt, agar segalanya dapat berakhir dengan berkat restu dari orang tuanya
sambil memikul tongkat, ayahandanya.
Ternyata
begitu banyak jama’ah yang sudah lama menunggu kedatangan Tuan Guru, tetapi
Tuan Guru yang sedang ditunggu tak jua kunjung datang, melihat jama’ah yang
sudah lama menunggu kedatangan Tuan Guru, Hannan Muda pun bergumam dalam
hatinya, “ Benar apa yang selama ini aku khawtirkan
pun terjadi “.
Sesampainya
ditempat pengajian tak satupun yang mengenalnya, tetapi begitu dihentakkan
tongkat pemberian ayahnya ke tanah, semua datang berhamburan dan siap menunggu
kedatangan Tuan Guru, Jama’ah pun berseru,
“ Cepat,,,cepat,,,semua !! Ini Tuan Guru sudah datang, mari kita sambut beliau ”.
Ternyata setelah diperhatikan bukanlah Tuan Guru yang datang, melainkan seorang
anak muda yang tidak di kenal. Mereka saling bertanya satu sama lain, “ Siapa anak muda itu...? “, Jama’ah yang
lainnyapun menimpali nya, “ Mana aku tahu,,,jawabnya
pada temannya “ . situasi pada saat itu, setelah melihat yang datang bukanlah
Tuan Guru, tetapi hanyalah seorang sosok Anak Muda yang belum di kenalnya, bahkan
sebagian jama’ah ada yang bersikap acuh tak acuh.
Namun
setelah ditemui oleh salah seorang yang dituakan oleh mereka, maka segeralah
mereka naik ke musholla untuk mendengar penjelasan yang akan disampaikan, dalam
hati para jama’ah masih diselimuti seribu pertanyaan, “ Siapa sesungguhnya anak muda itu dan apa gerangan maksud
kedatangannya “. Setelah semuanya sudah duduk rapi dan siap mendengar
penjelasan, maka anak muda itupun dipersilahkan untuk berbicara dan
menyampaikan maksud dan tujuannya kedatangannya. Hannan muda pun menyampaikan
pembicaraannya.
“Assalamualaikum.Wr...Wb.
Jama’ah yang saya hormati, Saya datang kesini ditugaskan oleh ayahanda Tuan
Guru H. Muhammad Arsyad, untuk menyampaikan salam ta’zim dari beliau kepada
semua jama’ah yang hadir dalam majlis ini, bahwa beliau berhalangan hadir pada
kesempatan ini, sebagai buktinya saya disuruh membawa tongkat beliau, yang
sudah barang tentu para jamaah semua telah mengenal siapa yang empunya tongkat
ini. Saya juga akan memperkenalkan diri saya, bahwa saya adalah salah satu
putra beliau yang bernama Abdul Hannan.” Tanpa banyak komentar dalam perkenalannya, Hannan pun
langsung memberi penjelasan berupa ceramah
pengajian yang bernapaskan agama selama beberapa menit, setelah merasa dianggap
sudah cukup, lalu ia pun mengakhiri pembicaraannya.
Persis
terjadi seperti dugaannya, bahwa setalah mengahiri ceramahnya yang disampaikan
hanya beberapa menit saja, kemudian ia di serbu dan hujani oleh berbagai macam
pertanyaan, tetapi semua itu dapat dijawab dengan sangat jelas dan gamblang,
tanpa ada satupun yang tersisa dari semua pertanyaan itu. Banyak diantara
mereka merasa terpukau dan terheran. Seorang jama’ah berkata pada temannya “Aku tidak pernah menemukan penjelasan
seperti ini, Bahkan belum habis pertanyaan kita sudah mulai ia jawab, beliau
ini seumpama kaset, yang apabila diputar play-nya langsung jalan, beliaupun
menjawabnya tanpa harus berpikir panjang “. Ungkapnya.
Menyaksikan
kemampuan dan kecerdasan beliau seperti itu, semua jamaah sepakat untuk
mengajukan beliau kepada Tuan Guru (Ayahandanya) agar sudi kiranya diutus
sebagai guru tetepnya diwilayah Orong Rantek dan sekitarnya, untuk mengajar di
kampung mereka. Dan Abdul Hannan pun di ijinkan menjadi guru mereka oleh
ayahandanya.
Itulah
kisah sekapur sirih Abdul Hannan dalam perjalanan perdananya mengajar dan
menjadi abdi masyarakat, tepatnya di Orong Rantek (Baca Sekarang : Desa Mamben Baru),
biasanya Abdul Hannan menyampaikan ceramahnya di Musholla Haji Nadri, beberapa
tahun kemudian beliau mengakhiri masa remajanya dengan seorang gadis belia
bernama SALAMAH, dan dari hasil perkawinannya inilah beliau di karunia putri pertamanya
yang bernama MAKENAH, maka Abdul Hannan kerap kali di sebut dengan sebutan nama
populer dikalangan murid-muridnya maupun dikalangan masyarakat luas adalah “ GURU MAKENAH “.
Bersambung......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar